Rabu, 29 Februari 2012

Kuliah Peradaban Gado-Gado

KULIAH PAKAR
“ SEJARAH PERADABAN BARAT”
PRESENTED BY :  
PROF. LAODE M. KAMALUDDIN,Ph.D
Rektorat Lt.II, 27 Februari 2012
16.00 – 22.15 WIB

Oleh : Marlis Herni Afridah

"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.”
(QS. Ali’-Imran [3]: 140-141)[1]

Sejarah Peradaban Islam (SPI) adalah program studi baru di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). SPI dibentuk sebagai bukti komitmen Unissula terhadap visinya, yaitu membangun kembali kejayaan peradaban Islam di masa depan. SPI terdiri dari mahasiswa yang berasal dari seluruh fakultas di Unissula. Tiap fakultas rata-rata mengirimkan tiga mahasiswanya untuk belajar di SPI. Hingga kemudian jadilah SPI sebuah kelas yang plural, dimana berbagai dispilin ilmu saling berinteraksi untuk membentuk satu peradaban yang kokoh, yaitu peradaban Islam.

Salah satu tradisi baru di SPI adalah kuliah pakar. Kuliah pakar dilakukan sekali dalam sebulan dengan mendatangkan para profesor yang ahli di bidangnya. Kuliah pakar#1 dilaksanakan pada awal januari 2012 dengan menghadirkan seorang pakar “Islam di Asia Tengah”, Prof. DR. Abdul Karim dari Jogjakarta. Kuliah pakar#2 baru saja usai diadakan pada tanggal 27 Februari 2012 dengan menghadirkan Prof. H. Laode M. Kamaluddin, M.Sc. M.Eng. Beliau adalah rektor Unissula sekaligus realisator SPI yang sebelumnya telah dikonsepkan oleh para pendahulunya.

Tema kuliah pakar#2 adalah “Sejarah Peradaban Barat”. Namun dengan basis  keilmuannya yang luas, Prof Laode tidak hanya membahas sejarah peradaban barat. Beliau juga menjabarkan sejarah berbagai peradaban yang pernah ada di muka bumi –yang terekam oleh manusia- mulai dari Periode Sumeria, Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani, Romawi, China, India, Islam, renaissance, industrial age, modern age, hingga digital age dimana kita hidup pada masa ini.

Tujuan beliau menjabarkan peradaban dengan sedemikian luas adalah agar para mahasiswa mampu melihat suatu peradaban dalam dimensi makro dan tidak terjebak dalam dimensi mikro semata. Beliau meyakini bahwa pemahaman konsep keilmuan secara makro dapat membawa seseorang pada kearifan. Menjadikannya lebih bijaksana memandang kehidupan dan toleran terhadap perbedaan. Dengan memahami keilmuan dalam dimensi makro, seseorang tidak akan terjebak dalam kesibukan mikro yang sia-sia. Implikasinya, ia bisa berbuat lebih banyak untuk membangun peradaban yang dicita-citakannya.

Untuk memberikan gambaran awal tentang peradaban, beliau menjelaskan bahwa setiap peradaban memiliki basic philosophy, yaitu ruang gerak antara deterministik dari dogma dan realita. Setiap peradaban juga selalu memiliki tiga unsur utama. Pertama adalah orang-orang yang mampu menerjemah kosmos atau alam semesta, merekalah yang biasa dikenal dengan sebutan pendeta, paderi atau sufi. Kedua adalah mereka yang mampu merealisasikan apa yang telah diterjemah oleh kelompok pertama, yaitu para raja atau penguasa. Kelompok ketiga adalah mereka yang ‘disuruh’ untuk melaksanakan apa yang hendak direalisasikan oleh kelompok kedua. Kelompok ketiga terdiri dari para pegawai, petani, atau pedagang.

Peradaban adalah puncak kebudayaan. Sebagaimana peradaban Islam dengan visi  rahmatan lil alamin, peradaban-peradaban lain juga memiliki visi yang secara garis besar dapat dihimpun kedalam satu kata yaitu “Kemakmuran”. Visi tersebut membuat tiap-tiap peradaban memiliki corak tersendiri dalam mencapai tujuannya. Contohnya adalah Peradaban Mesir Kuno. Mesir Kuno mengembangkan sektor pertanian untuk menciptakan kemakmuran. Nabi Yusuf AS memiliki andil yang sangat besar dalam membangun pertanian di mesir. Dari sini jelas, Prof Laode ingin menyatakan bahwa seorang nabi memiliki peran yang fundamental dalam membangun suatu peradaban. Inilah peradaban dalam epistimologi Islam dimana peran seorang nabi integral dengan pembangunan peradaban. Dalam tradisi Barat, peran nabi tidak pernah terintegrasi dengan peradaban. Tidak ada kaitan sama sekali.

Basic philosophy tiap peradaban –terang prof Laode- menentukan corak tiap-tiap peradaban. Babilonia yang tidak meyakini kehidupan setelah mati, dengan basic filosofinya tersebut telah membangun tata kota yang begitu indah. Mengapa demikian?? Karena kehidupan mereka adalah kehidupan hari ini. Maka dari itu mereka tidak perlu mempersiapkan apapun sebagai bekal setelah kematian. Mereka menganggap tidak ada kehidupan setelah mati. Berbeda dengan Babilonia, Mesir Kuno meyakini filosofi “Ada kehidupan setelah kematian”. Basic philosophy ini mendorong mereka membangun Piramida. Maka tata kota Mesir Kuno tidak seindah tata kota Babilonia, namun Mesir Kuno memiliki Piramida-piramida yang besar dan kokoh. Kedua peradaban tersebut memiliki fokus yang berbeda, menghasilkan corak peradaban yang juga berbeda.

Peradaban yang kemudian muncul adalah Yunani. Yunani muncul  dengan  corak yang berbeda dari peradaban-peradaban sebelumnya yang cenderung bersifat dogmatis. Yunani muncul dengan satu ciri khas yaitu kebebasan berpikir. Konon, tradisi intelektual pertama kali lahir pada periode Yunani. Hal ini wajar mengingat posisi Yunani yang secara geografis jauh dari dua pusat kekuasaan pada masa itu, yaitu Mesir Kuno dan Babilonia. Dengan keadaan semacam ini, sangat memungkinkan bagi Yunani untuk tumbuh dengan bebas. Yunani menandai perubahan tradisi peradaban-peradaban sebelumnya dari tradisi sastra dan seni menjadi tradisi intelektual. Konsekwensi logisnya, muncul transformasi penulisan dari huruf-huruf paku Babilonia dan gambar-gambar di Mesir kuno menjadi tulisan. Dalam periode Yunani terjadi penulisan historis pertama dalam sejarah umat manusia.

Menelusuri peradaban dari awal hingga kini, nampaklah bahwa peradaban merupakan dunia yang sangat dinamis. Prof Laode menyebutnya “Never ending story”. Membangun peradaban Islam dewasa ini sejatinya tidak cukup dengan hanya berkaca pada peradaban Islam di masa lalu karena peradaban Islam di masa lalu hanyalah satu serpihan dari sejarah panjang peradaban umat manusia. Jika kita berkenan menelaah kembali surat Ali’-Imran ayat 140-141, nampak jelas bahwa Allah menghendaki kita untuk mempelajari peradaban secara makro (meminjam istilah Prof Laode) agar kita mendapat pelajaran. Fenomena kejayaan dan kehancuran suatu peradaban, dan beriman atau kafirnya masyarakat suatu peradaban menyimpan pembelajaran bagi umat manusia dan berimplikasi bagi keimanan (Supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir)[2]. Karena jika tidak demikian, Allah toh mampu untuk menciptakan seluruh dunia ini dalam keadaan homogen, Islam seluruhnya. Jika Dia menghendaki, seluruh dunia bisa dijadikan-Nya beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah. Namun yang dikehendaki-Nya dari kita adalah ujian “Yang menciptakan hidup dan mati untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya”[3]. Dalam konteks ini, mempelajari peradaban secara makro dapat mengakomodir kehendak-Nya. Dengan demikian, mempelajari peradaban secara makro menjadi niscaya bagi kita terutama mereka yang concern di bidang peradaban seperti mahasiswa SPI .

Geliat peradaban Barat mulai nampak pada masa renaissance. Mereka mendefinisikan dirinya sebagai suatu peradaban yang elemen-elemen filsafat, epistimologi, pendidikan, etika dan estetikanya diadopsi dari Yunani, elemen-elemen hukum, pemerintahan dan tata negaranya diadopsi dari romawi, sistem kepercayaannya diadopsi dari Yahudi dan Kristen dan nilai-nilai tradisionalnya diadopsi dari bangsa latin, cheltic, dan nordic serta bangsa-bangsa di kawasan Eropa pada waktu itu.

Namun satu pertanyaan mendasar muncul disini. Bagaimana Barat mentransfer filsafat yunani ke dalam periodenya?? Prof Laode menyatakan bahwa Barat tidak pernah bisa menjawabnya –atau tidak berkenan untuk menjawab. Realitanya, Barat dapat mentrasfer filsafat Yunani dengan jasa peradaban Islam yang saat itu sedang berjaya. Di saat Barat takut menyentuh teks-teks Aristoteles karena khawatir hal itu akan membahayakan keimanannya, dunia Islam telah menterjemah dan mengkajinya. Islam memperkenalkan semangat rasional kepada Barat, Islam juga yang memperkenalkan Barat pada Yunani. Bahkan sistesis teologi Thomas Aquinas yang terkenal, Summa Theologiae disusun dengan logika Aristoteles yang dikenalkan Islam kepada Barat. Islam adalah stimulus bagi lahirnya renaissance di Barat yang saat itu masih diliputi dark age, zaman kegelapan.

Dalam hal transisi peradaban dari masa helenistik sampai renaissance, Barat tidak pernah menyinggung Islam dan dua peradaban timur lainnya, China dan India. Maka dalam hierarki peradaban dari periode awal hingga renaissance, Islam, China dan India berada dalam Black box yang tidak dianggap. Padahal renaissance untuk pertama kalinya  lahir di Sisilia (Italia) yang dikuasai Muslim. Dari sini nampak jelas bahwa Islam memicu kebangkitan Eropa. Islam adalah cikal bakal lahirnya renaissance.

Saat mengalami masa kegelapan, barat berada di bawah kekuasaan gereja yang sangat otoriter. Penekanan-penekanan gereja pada masyarakat luas baik dalam sektor publik maupun domestik membuat masyarakat gerah. Gereja bahkan mulai membisniskan surat pengampuan dosa untuk membangun Roma. Hal ini kemudian memicu protes dari Martin Luther, seorang pendeta kebangsaan Jerman. Ia kemudian mendirikan sekte kristen yang berbeda dengan Katolik dan kemudian dikenal dengan nama kristen protestan.

Kekecewaan terhadap gereja juga ditandai dengan eksodus orang-orang kelas menengah menuju Amerika. Mereka kemudian dikenal dengan sebutan kaum calvinis. Filsafat mereka adalah “Bekerja keras. Siapapun yang sukses mereka adalah saudara kita”. Eksodus ini juga merupakan cikal bakal lahirnya renaissance yang ditandai dengan semakin banyaknya orang yang meninggalkan gereja. Dalam hal eksodus ke Amerika ini lagi-lagi Islam memainkan peran yang penting. Sebagaimana diketahui, saat itu orang-orang Eropa meyakini bahwa bumi berbentuk datar atau flat. Mereka percaya jika pergi ke ujung dunia mereka pasti akan terjatuh. Namun ilmu kelautan umat Islam saat itu telah berkembang pesat. Umat Islam meyakini bahwa bumi berbentuk bulat, gagasan ini lahir dari seorang ulama bernama Umar Khayyam. Christophorus Columbus yang disebut-sebut sebagai penemu benua Amerika belajar kelautan dari dunia Islam.

Babak selanjutnya dari sejarah peradaban manusia adalah periode industri atau industrial age. Periode ini ditandai dengan pergeseran konsentrasi manusia dari teologi ke sains. Pada periode ini, terjadi industrialisasi besar-besaran. Sebagai akibatnya, bangsa-bangsa di Eropa berlomba-lomba mencari tanah jajahan. Tujuan mereka mencari tanah jajahan adalah untuk menemukan sumber bahan produksi industri sekaligus untuk mendapatkan pasar bagi barang produksi mereka. Akhirnya, muncullah koloni-koloni Eropa di berbagai wilayah. Muncul wilayah-wilayah jajahan baru. Indonesia termasuk di dalamnya. Periode ini juga mulai menggeliatkan suatu perubahan dimana tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin. Para buruh akhirnya harus rela dibayar lebih murah karena jasa mereka telah digantikan oleh mesin yang dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Mesin pertama yang ditemukan dan mengawali lahirnya periode Industri adalah mesin uap yang ditemukan oleh James Watt.

Periode selanjutnya yaitu periode modern atau modern age. Periode ini bermula dari abad ke-18 hingga sekitar akhir abad ke-20 (tahun 1999). Periode ini tidak ditandai dengan peperangan untuk mewujudkan supremasi kekuasaan suatu wilayah kerajaan. Periode modern ditandai dengan lahirnya negara-negara dan munculnya perdagangan bebas antar negara serta kompetisi pengembangan teknologi angkasa luar. Uni Soviet dan Amerika memainkan peranan penting pada periode ini.

Periode selanjutnya yang hari ini kita rasakan, dan masih akan berlanjut di masa depan adalah periode digital atau digital age. Pada era digital terjadi perubahan fundamental dalam budaya kehidupan masyarakat. Dunia di era digital adalah dunia yang datar karena internet telah menghubungkan seluruh manusia di berbagai pelosok dunia secara real time.[4] Kini tidak ada jarak yang berarti. Arus informasi begitu deras. Apa yang didengar orang di Amerika Serikat dapat didengar orang di Indonesia pada waktu yang sama meskipun berada di tempat yang berbeda.

Pada era digital telah terjadi revolusi 3T, yaitu Telekomunikasi, transportasi, dan turisme. Telekomunikasi melahirkan informasi. Kemudian orang mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain karena sistem transportasi yang cangggih dengan harga murah. Turisme juga mengalami perkembangan yang signifikan.

Di era digital ini juga terjadi satu fenomena besar, yaitu pergeseran peta kekuaatan global. Kekuatan global kini bergeser ke timur. Asia kini memegang peranan penting sebagai hemisfer baru dunia. runtuhnya supremasi Amerika Serikat dan Uni Eropa akibat krisis global tidak serta merta meruntuhkan ekonomi dunia. Justru hari ini muncul kekuatan besar empat negara yang menjaga stabilitas ekonomi dunia. Keempat negara tersebut adalah Brasil, Rusia, India dan China (BRIC). Disamping BRIC juga ada beberapa negara yang hari ini berperan sebagai penyangga ekonomi dunia yaitu Indonesia, Korea, Vietnam, Turki, Afrika Selatan dan Argentina. Kini Asia –terutama China dan India- menentukan bagaimana peta peradaban di masa mendatang.

Kembalinya Asia ke atas panggung utama kekuatan global diawali dengan fenomena restorasi Meiji di Jepang. Pada tahun 1860, sekelompok reformator Meiji – yang ditugaskan untuk meluputkan Jepang dari ancaman kolonisasi dan dominasi barat yang hampir telah melanda seluruh Asia- berlayar ke semua daerah di masyarakat Barat untuk menemukan praktik-praktik terbaik Barat. Orang Jepang itu menarik pelajaran dengan baik : mereka menemukan –sebagaimana empat macan Asia kemudian menemukannya dan disusul China dan India yang menyadari belakangan dalam dua dekade terakhir- bahwa ada sekurang-kurangnya tujuh pilar kebijaksanaan barat yang dapat membawa efek menakjubkan pada masyarakat mereka. Setiap pilar itu memperkuat efek pilar yang lain.

Tujuh pilar itu adalah [1]ekonomi pasar bebas, [2]sains dan teknologi, [3]meritokrasi, [4]pragmatisme, [5]budaya perdamaian, [6]aturan hukum, dan [7]pendidikan. Dengan mengimplementasikan tujuh pilar ini masyarakat Asia mulai lepas landas.[5] Namun yang dilakukan Barat hari ini adalah kebalikan dari apa yang dilakukan Asia. Barat justru meninggalkan tujuh pilar kebijaksanaan yang dulu dibangunnya dengan susah payah. Inkonsistensi tersebut membuat Barat tidak dapat mengelak dari perubahan –ke arah kemunduran. Dalam kuliahnya Prof.Laode menyampaikan, bahwa faktor utama penyebab kemunduran peradaban adalah [1]hedonisme, [2]pertikaian, dan [3]ketidak adilan.

****

Dalam upaya membangun kembali peradaban Islam, Prof. Laode mengatakan bahwa umat Islam lazimnya bisa ambil bagian dalam perubahan zaman. Zaman kita hari ini berbeda dengan zaman Umayyah atau Abasiyah pada masa kejayaan Islam dahulu. Islam hari ini adalah Islam di era digital, maka pembangunannya – secara fisik- harus berorientasi ke depan sesuai era digital, dengan tanpa meninggalkan semangat dan karakteristik peradaban Islam di masa lalu. Karena semangat dan karakter yang ada pada generasi Islam di masa lalu -seperti kejujuran, integritas, persatuan, pengorbanan, keikhlasan,dll- selamanya relevan dan sangat penting untuk kebangkitan peradaban manapun, terutama peradaban Islam itu sendiri.

Jika ingin bangkit, muslim hari ini setidaknya harus menguasai sains dan teknologi, militer dan perdagangan. Karena yang akan memimpin peradaban adalah mereka yang memiliki tiga hal tersebut. Niccolo Machiavelli sangat menekankan pentingnya suatu negara memiliki angkatan bersenjata yang tangguh.[6] Tanpa militer yang tangguh, suatu peradaban tidak akan dapat menciptakan kedamaian. Mengapa demikian?? Karena sejatinya kedamaian hanya dapat diciptakan oleh mereka yang kuat tapi tidak bermaksud menyakiti yang lain. Jika suatu negara atau peradaban tidak ingin menyakiti lainnya tapi tidak memiliki kekuatan, maka ia akan menjadi objek penyerangan dari yang lain. Jika ia kuat dan menginginkan perdamaian, maka tidak akan ada yang menyerangnya karena pihak lain akan berpikir seribu kali ketika melihat kekuatan yang ada padanya. Dengan demikian kedamaian dapat tercipta[7].

Peradaban yang kuat juga memiliki tiga pilar penting, yaitu [1]politik, [2]ekonomi, dan [3]militer. Tiga pilar ini dibangun dengan apik oleh Amerika Serikat pada masa kejayaannya. Supremasi politik dilambangkan dengan White House dan Capitol Hill, supremasi ekonomi dilambangkan dengan Wall Street dan militer dilambangkan dengan Pentagon

Membangun Peradaban Islam dengan Competitive Advantage

Dunia berubah. Corak pembangunan peradaban juga bisa berubah. Prof.Laode menjelaskan, setidaknya ada dua cara membangun peradaban. Pertama adalah dengan comparative advantage dan kedua competitive advantage. Comparative advantage adalah membangun peradaban dengan membanding-bandingkan dengan peradaban lain. Seolah-olah menggambarkan suatu keadaan lose-win dan bukan win-win. Jika peradaban kita terbangun, maka peradaban lain mati. Tidak jarang comparative advantage berujung pada praktek keilmuan yang tidak dewasa atau dengan kata yang lebih jelas –menjelek-jelekkan peradaban lain. Comparative advantage mungkin mengaminkan tesis Samuel Huntington dalam bukunya Clash of Civilization. Dalam Clash of Civilization, seolah-olah suatu peradaban tidak akan hidup tanpa memiliki musuh yaitu peradaban lain.

Competitive advantage memiliki logika yang sama sekali berbeda dengan comparative advantage. Filsafat competitive advantage adalah “siapa yang unggul dialah yang akan menentukan permainan”. Maka competitive advantage berorientasi pada pembangunan peradaban dari tubuh sendiri, dengan segenap upaya yang ada tanpa harus membanding-bandingkan –apalagi menjelek-jelekkan-  peradaban lain. Competitive advantage digambarkan dengan apik oleh Nabi Muhammad SAW saat membangun peradaban Islam di Madinah. Ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi, Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawa’) ditolak dengan halus, Nabi hanya berkomentar pendek “Sa uhajim al-ram min uqri baiti”yang artinya akan kuperangi Romawi dari dalam rumahku. Ucapan Nabi itu bukan genderang perang. Ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik. Tidak juga menyakiti Romawi. Ucapan tersebut justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di Jazirah Arab yang tandus Nabi yakin bahwa kelak Islam akan berkembang menjadi peradaban yang besar bahkan mengalahkan Romawi[8].

Apa yang dilakukan Nabi kemudian bukanlah membanding-bandingkan Islam dengan Romawi atau justru menjelek-jelekkan Romawi. Yang dilakukan Nabi adalah fokus membangun peradaban Islam di dalam tubuh masyarakat Islam sendiri dengan ilmu pengetahuan hingga Madinah mencapai kemajuan di segala bidang kehidupan. Akhirnya, kemajuan tersebut tanpa terasa mampu melebihi kedigdayaan Romawi. Inilah contoh competitive advantage yang dikembangkan Nabi Muhammad Saw. Membangun diri sebaik mungkin bukan menyerang yang lain secara membabi buta. Apa yang dilakukan Nabi sejatinya itulah yang seharusnya ditiru umat Islam dewasa ini dalam membangun peradaban Islam.

Bagaimana peradaban Islam dimasa depan bergantung pada bagaimana kita membangunnya pada hari ini. Logika umat Islam yang  meyakini bahwa hari ini adalah cermin masa lalu, hari ini adalah hasil dari apa yang kita kerjakan di masa lalu harus diubah menjadi apa yang kita kerjakan hari ini adalah cermin masa depan. Meskipun dua kalimat tersebut nyaris sama tapi memiliki makna yang jauh berbeda. Filsafat ”hari ini adalah cermin masa lalu, hari ini adalah hasil dari apa yang kita kerjakan di masa lalu” tidak akan membuat suatu peradaban menjadi unggul karena hari ini tidak lebih hanyalah hasil yang seolah-olah telah final. Filsafat “apa yang kita kerjakan hari ini adalah cermin masa depan”, sebaliknya, membuka kesempatan bagi suatu peradaban untuk menjadi unggul karena filsafat tersebut membuka peluang untuk lahirnya inovasi-inovasi baru. Jika yang pertama adalah hasil, maka yang kedua adalah ikhtiar. Kita bisa mengupayakan hari ini sebaik mungkin untuk hari depan yang lebih baik. Karena sejatinya peradaban tidak ditentukan oleh barat atau timur, tidak ditentukan oleh warna kulit, hitam atau putih tapi ditentukan oleh talenta orang-orang yang berada dalam suatu kaum yang hendak mewujudkan suatu peradaban[9]. Maka bagaimana peradaban Islam di masa depan ditentukan oleh umat Islam sendiri.

Pesan dan Harapan Prof.Laode Terhadap Mahasiswa SPI

Apa yang diharapkan beliau dari para mahasiswa SPI tidaklah berlebihan tapi cukup menjadi tanggungan seumur hidup bagi mereka. Beliau berpesan “Profesi apapun yang kelak kalian pilih hendaklah menjadi suatu strategic point untuk menunjang kehidupan. Fokuskan hidupmu pada kata “being”, yaitu menjadi pejuang bagi peradaban Islam melalui apapun yang menjadi jalan hidupmu”.

“Kamu menulis, berkarya, bekerja tapi jangan sekali-kali malu menjadi seorang muslim. Jadilah muslim yang berkualitas karena ketika kamu memiliki kualitas, maka kualitas itu yang akan menjaga dirinya”. “Hari ini kalian memang masih kecil, tapi jangan takut saat kecil, karena segala yang besar berawal dari yang kecil. Tidak ada yang besar kecuali awalnya kecil. Tidak ada yang besar tanpa adanya kecil”.

Dan akhirnya, “Engkau yang menentukan hari depanmu. kalau tidak yakin jangan berdiri, kalau sudah berdiri jangan duduk”.

Wallahua’lam bissawwab



[1] Atlas Sejarah Islam. Dar Al-Ilmi. 2011
[2] QS. Ali’-Imran: 140-141
[3] QS. Al-Mulk : 02
[4] The World Is Flat. Thomas Friedman
[5] The New Asian Hemisphere-The Irresistible Shift of Global Power to The East. Kishore Mahbubani. Hal.62
[6] Il Principe. Niccolo Machiavelli. Hal 60-64
[7] Kang Ahmad Mujib El-Shirazy dalam Diskusi Komunitas Penikmat Buku
[8] Ikhtiar Membangun Kembali Peradaban Islam yang Bermartabat. Hamid Fahmi Zarkasyi. On Islamic Civilization. Hal 16
[9] Kalimat pembuka Prof. Laode dalam kuliah Pakar Sejarah Peradaban Barat

2 komentar:

  1. Walillahi al masyriq wa al maghrib (Dan milik Allah lah Timur dan Barat).
    Kira-kira itu kata kuncinya, bahwa seluruh umat manusia harus sadar betul tentang milik siapa alam semesta ini. Manusia yang dilahirkan di Timur maupun di Barat.

    Tulisan Mba Marlis di atas menggambarkan betapa luasnya wawasan dan pandangan Prof Laode. Tidak mudah untuk memahami dunia yang luas ini kalau tidak mempunyai titik temu yang benar. Dan Prof laode berhasil mendapatkan titik temu itu. Dan lebih beruntungnya, pemaparan yang sangat berharga tersebut berhasil direkam secara apik dengan bahasa yang cukup menarik oleh salah satu mahasiswanya.
    Itulah salah satu tradisi keilmuan islam yang selama ini hilang. Hanya sangat sedikit saja tradisi keilmuan islam seperti yang terjadi di atas kita temukan di Indonesia.
    Bahkan, saya pribadi sangat iri karena tidak ada dalam kelas perkuliahan peradaban ini.
    Namun, ada beberapa poin yang harus saya sebutkan agar tulisan mba Marlis lebih baik. Walaupun, saya sendiri belum tentu bisa membuat tulisan yang sarat informasi seperti di atas.
    Yang pertama:
    - Mba marlis bisa menambahkan data urutan waktu (tahun)di tiap peradaban yang disebut/dibahas. Karena kajian peradaban cukup erat dengan hisotris, dan historis sangat berkaitan dengan waktu. Maka pembaca akan lebih sadar ada urutan waktu yang terus berganti, yang menjadi penekanan/penjelasan pada ayat yang Mba Marlis cantumkan. Dan mungkin bisa dikaitkan dengan siklus 7 abad yang pernah dilontarkan Pak Hamid Fahmi Zaskasyi.
    Yang kedua:
    - Penguatan pendapat Pak Laode tentang penyebab kehancuran perdaban (Hedonisme, Pertikaian, Ketidakadilan) dan tiga pilar peradaban ataupun negara (Teknologi, Militer, Perdagangan). Sebenarnya bukan pendapat pak Laode. Namun Pak Laode mengaambilnya dari buku Muqoddimah-nya Ibnu Kholdun. Sah-sah saja memang itu menjadi pendapat pak Laode. tapi mungkin ketika di kelas, mba marlis bisa menanyakan, siapa yang berpendapat demikian. Pak Laode insyaAllah menyebutkan data-data pustakanya. Karena itulah, lagi-lagi saya sebutkan sebagai proses tradisi inteletual Islam.
    after all, It is great work of you!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih atas komentarnya yang sangat mencerahkan mas..:)
      ini sangat bermanfaat untuk bahan perbaikan tulisan daya ke depan..
      thanks yaa...:D

      Hapus