Selasa, 27 Maret 2012

Lomba Essay-ku Tempo Doeloe

SIGNIFIKANSI TRADISI KEILMUAN
DALAM PERADABAN ISLAM
Oleh : Marlis Herni Afridah

Pendahuluan
“Peradaban Islam adalah peradaban ilmu” Terang Hamid Fahmi Zarkasyi, Direktur Institute for Study of Islamic Thought and Civilization ( ISTAC) di Jakarta dalam wawancaranya dengan Republika.
Beliau menjelaskan bahwa substansi peradaban Islam ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit, dan memberi rahmat bagi alam semesta (Lihat Al-qur’an Surah Ibrahim 24-25). Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang berdimensi epistemologis.
Karena faktor ilmu yang bersumber dari konsep-konsep dalam Al-qur’an, peradaban pun berkembang. Dari pemahaman terhadap Alqur’an, lahirlah tradisi intelektual Islam. Dari tradisi yang membentuk komunitas itu, lahirlah konsep-konsep keilmuan dan akhirnya disiplin keilmuan Islam. Dari ilmu, lahirlah sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya Islam. Itulah peradaban Islam.  Jadi, peradaban Islam adalah peradaban ilmu.
Ilmu sebagai dasar peradaban
Bicara tentang peradaban tak lepas dari  bicara tentang unsur–unsur pembentuk peradaban. Ilmu adalah bagian dari peradaban –peradaban manapun- bahkan merupakan dasar dari suatu peradaban. Tanpa ilmu, tidak akan ada peradaban yang lahir. Seperti peradaban Islam yang lahir dari tradisi keilmuan Islam yang bersumber dari Al–qur’an dan Hadist yang menjadi pedoman pokok.
Ilmu memegang peranan yang sangat fundamental dalam proses pembentukan suatu peradaban. Begitu pentingnya masalah ilmu ini, buku-buku klasik Islam -semacam kitab-kitab hadist seperti Sahih Bukhari atau Sahih Muslim atau kitab klasik Ihya Ulumuddin karangan Al Ghazali-  memulai awal bab-nya mengenai ilmu. Peran penting ilmu ini bahkan diungkapkan oleh Imam Bukhari.
Untuk mengilustrasikan pentingnya ilmu dapat dikutip kata–kata bijak Imam Al–Ghazali. Beliau mengatakan “Orang-orang yang selalu belajar akan sangat dihormati dan semua kekuatan yang tidak dilandasi pengetahuan akan runtuh.”
Seorang ulama kontemporer, Yusuf Qadrawi, juga mengungkapkan bahwa ilmu merupakan pembuka jalan bagi kehidupan spiritual yang terbimbing.  Ilmu merupakan petunjuk iman, penuntun amal, ilmu juga yang membimbing keyakinan dan cinta. Dalam risalahnya mengenai prioritas masa depan gerakan Islam, beliau menempatkan sisi intelektual dan ilmu pengetahuan sebagai prioritas.
Konsep ilmu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam tubuh peradaban dan menjadi ruh dari peradaban Islam. Kejayaan peradaban Islam dalam sejarah klasiknya bahkan diidentikkan dengan kejayaan ilmu pengetahuan.  
Prof Wan Moh. Nor Wan Daud pernah mengungkapkan bahwa pencapaian-pencapaian peradaban Islam dahulu amat sangat terkait dengan adanya tradisi ilmu di dalamnya, dan hal ini sudah tercatat dalam sejarah. Dari perspektif sejarah terbukti bahwa sebuah bangsa yang kuat tetapi tidak ditunjang oleh tradisi ilmu yang baik, akan mengadopsi ciri dan kekhasan bangsa yang ditaklukkannya tetapi memiliki tradisi ilmu yang baik. Contoh kongkret dari pernyataan  ini adalah bangsa Tartar (Mongol) yang mengobrak-abrik peradaban Islam di Baghdad dahulu kala tetapi justru terislamisasikan.
Bagaimana wujud tradisi ilmu ini bisa dicirikan dengan terwujudnya masyarakat yang melibatkan diri dalam kegiatan keilmuan, ilmu merupakan keutamaan tertinggi dalam sistem nilai pribadi dan masyarakat. Munculnya penemuan-penemuan saintifik atau kemajuan teknologi di dunia Islam pada masa silam tidaklah terbayangkan tanpa adanya tradisi ilmu yang menggerakkannya, karena pencapaian-pencapaian itu adalah manifestasi dari tradisi ilmu itu sendiri yang ada pada saat itu.
Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa ilmu adalah dasar atau landasan yang fundamental bagi pembentukan sebuah peradaban dan tradisi ilmu dalam masyarakat tertentu menentukan bagaimana peradaban dalam masyarakat tersebut.
Sumber Ilmu dalam Islam
Sumber ilmu dalam Islam adalah Al–qur’an dan Hadist. Dimana setiap ilmu dikembangkan sedemikian rupa dan tidak boleh bertentangan dengan dua pedoman tersebut - Al–qur’an dan hadist- baik dalam wujud, tujuan  maupun implementasinya.
Tradisi Intelektual / Keilmuan  Islam
Berdasarkan sumber ilmu dalam Islam –Al-qur’an dan Hadist– lahirlah tradisi keilmuan dalam Islam meliputi fiqh, kalam/tauhid, tasawuf bahkan filsafat. Dari tradisi ini lahirlah konsep–konsep ilmu seperti kedokteran, fisika, biologi, astronomi, militer, ekonomi, politik dll. Bagaimana kolerasi antara fiqh, kalam, tasawuf dan filsafat dengan ilmu–ilmu seperti kedokteran, fisika, biologi, dll adalah wujud keunggulan dalam tradisi keilmuan  Islam.

Para ilmuwan kedokteran, fisika, biologi, dll merupakan para ahli fiqh, ahli kalam, failasuf bahkan sufi yang sangat tunduk dan taat pada Allah dengan segala perintah dan larangan-Nya. Hal ini yang sangat terlihat berbeda dengan para ilmuwan yang banyak kita temui dewasa ini yang lahir dari tradisi keilmuan barat sekuler (saya menyebut barat sekuler –bukan barat saja-  untuk menunjukkan bahwa saya tidak mengeneralisir barat yang akan menimbulkan kesan  seakan–akan anti dengan semua yang berbau barat) yang mendikotomi antara ilmu dengan agama seolah–olah keduanya sangat terpisah jauh dan tidak ada kaitan satu sama lain.
Tradisi keilmuan Islam tersebut melahirkan peradaban Islam yang menawarkan pencerahan bagi kehidupan karena nilai–nilai yang dibawa dengan berlandaskan Al- qur’an dan Hadist Nabi dengan misi rahmatan lil alamin. Dengan tradisi keilmuan Islam yang luar biasa hebat pada masa silam, maka Islam berjaya selama tujuh abad lebih. Dengan tradisi keilmuan Islam, daulah Islam dapat menguasai dan mencerahkan Eropa yang dulunya miskin dan berada dalam masa kegelapan (dark ages) dan membawanya menuju peradaban yang maju, masa pencerahan (the age of enlightenment).
Jika diamati, terdapat satu kekhasan dalam tradisi keilmuan Islam pada masa silam yang dikembangkan ilmuwan–ilmuwan muslim, yang justru membawa kejayaan bagi tradisi keilmuan dan peradaban Islam pada saat itu, yang tidak dimiliki peradaban lain seperti Barat misalnya.yaitu adanya unsur – unsur berikut :
Ø  Kerendahhatian
Contoh :
Al-Haytsam dalam karyanya Optics, mengakui bahwa pengetahuannya terbatas dan mungkin ada kesalahan dlm karyanya.
Hal ini menunjukkan Kerendahhatian yang merupakan tonggak dasar dalam tradisi keilmuan Islam.
Ø Pengakuan akan keterbatasan metode ilmiah
Contoh :
Al-Biruni mengingatkan pembaca akan keterbatasan metodenya. Mengakui banyak metode dalam sains, baik nalar, eksperimen, dan intuisi. Berbeda dengan gagasan ilmuwan barat seperti Bacon yang hanya terpaku pada empirisme dan rasionalisme.
Ø Penghargaan terhadap subjek yg diamati, alam,dll
Para ilmuwan muslim menghargai subjek–subjek yang diamati dengan landasan bahwa itu semua adalah tanda–tanda kebesaran Allah yang justru membuat mereka semakin tunduk dan taat pada Allah dengan ilmu yang dimilikinya.
Tujuan Ilmu dalam Islam
Islam memandang bahwa ilmu adalah  alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhoan, dan kedekatan kepada-Nya. Itulah mengapa ilmu menjadi sangat signifikan dan fundamental dalam Islam. Bahkan menuntut ilmu dihukumi wajib bagi setiap muslim. Hal ini banyak diterangkan dalam Al–qur’an maupun Hadist yang menjelaskan pentingnya ilmu dan keutamaan orang–orang yang berilmu di hadapan Allah.  Peran  ilmu idealnya dapat menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah. Dengan ilmu, seorang muslim seharusnya  dapat ber-taqarrub kepada Allah, di antaranya meliputi :
1.      Meningkatkan pengetahuan tentang Allah
2.      Dapat dengan efektif membantu pengembangan masyarakat  Islam mencapai tujuan - tujuannya.
3.      Dapat membimbing orang lain
4.      Dapat memecahkan berbagai problem masyarakat
Selayaknya manusia terdidik harus menyadari dari mana asal ilmunya dan menggunakannya untuk mencapai ridho Allah.  Untuk semakin tunduk pada Allah dengan segala perintah dan larangan–Nya. Berbeda dengan tujuan ilmu di Barat yang berkembang dewasa ini dengan Empirisme dan rasionalismenya, ilmu untuk ilmu, ilmu untuk materi, ilmu untuk kekuasaan, dsb. Dalam Islam, ilmu untuk diamalkan, untuk beribadah kepada sumber pemberi ilmu. Seperti yang dikatakan Prof. Laode M. Kamaluddin, selaku Rektor unissula, dalam diskusi peradaban yang rutin dilaksanakan tiap selasa sore bahwa semua ilmu berasal dari Allah. Maka ilmu itu harus menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah.
Ilmu harus dapat mewujudkan pencerahan bagi kehidupan seperti yang telah diwujudkan peradaban Islam di masa kejayaannya yang mencerahkan dunia sebagaimana visinya yaitu rahmatan lil ‘alamin. Hal ini mutlak dan harus dapat terwujud sebagai implementasi dari tujuan ilmu dalam Islam  itu sendiri.
Penutup
Ilmu adalah asas dari sebuah peradaban. Tradisi keilmuan di dunia Islam pada masa silam ternyata telah terbukti dapat membawa kejayaan bagi peradaban Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupan pada masanya yang sangat sesuai dengan misi Islam itu sendiri yaitu rahmatan lil ‘alamin. Namun demikian telah kita ketahui bersama bahwa Peradaban Islam telah mengalami kemunduran sejak lama dan hal ini tidak lain karena kemunduran ilmu pengetahuan di dalam tubuh umat Islam itu sendiri.
Jika ditarik benang merah antara sejarah peradaban Islam yang dulu pernah berjaya dengan kondisi Islam di era kontemporer dewasa ini, tentu saja ada harapan besar peradaban Islam dapat berjaya kembali, sebuah peradaban yang memimpin dunia dengan nilai–nilai luhur sesuai Al–qur’an dan Hadist yang menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Untuk merealisasikannya dibutuhkan pengorbanan luar biasa dari seluruh elemen umat Islam. Lalu,  Bagaimana caranya agar umat Islam hari ini dapat mengembalikan kejayaan itu?
Kejayaan peradaban Islam dapat dikembalikan dengan menghidupkan lagi tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang sekarang tampak meredup. Dikatakan meredup karena karya-karya Muslim belum mencapai tingkat produktivitas dan kualitas yang tinggi dan yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh peradaban lain. Tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang kuat akan menghasilkan konsep-konsep yang kuat pula. Kuat landasan teorinya dan kuat metodologinya.
Cendekiawan Muslim tidak dapat melakukan hal itu, kecuali menguasai ilmu pengetahuan Islam dan juga ilmu pengetahuan asing, baik dari Barat, China, Jepang maupun yang lainnya. Namun, penguasaan ilmu pengetahuan Islam perlu didahulukan. Karena, dengan itu, Muslim dapat melakukan proses adapsi dan bukan adopsi buta terhadap konsep-konsep dari ilmu pengetahuan asing tersebut. Jika proses itu di balik, yang terjadi bukan mengembalikan kejayaan peradaban Islam, tapi justru menjadikan peradaban Islam terpuruk di bawah hegemoni pengetahuan asing seperti saat ini.
Jadi, hanya ada satu solusi untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam di masa sekarang, yaitu membangun kembali kejayaan tradisi intelektual / keilmuan. Itu menjadi PR bagi kita semua generasi muslim yang hidup pada saat ini. Karena kejayaan tradisi intelektual / keilmuan Islam sama dengan kejayaan Peradaban Islam.

DAFTAR PUSTAKA

1.             Buku Filsafat Sains Menurut Al –Qur’an karangan Dr. Mahdi Ghulsyani
2.             Hidayatullah.com – Situs Islam Pembela umat
3.             Insistsnet.com – Peradaban Ilmu -  Hamid Fahmi Zarkasyi
4.             The Enlightenment of Islamic Civilization – Transmigrasi ilmu dari Dunia Islam ke Eropa – Dr. Syamsuddin Arif
5.             Republika.co.id – Peradaban Islam adalah Peradaban ilmu -  Hamid Fahmi Zarkasyi
6.             Rihlah Peradaban – Prof. Laode M. Kamaluddin, Ph.D & Ahmad Mujib, MA
7.             Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu – Centre for Islamic and Occidental Studies – Adnin Armas





Tidak ada komentar:

Posting Komentar