MEDIA SOSIAL DAN AKHLAK RASULULLAH SAW
“Jejak-jejak
akhlakku akan tetap berada di tengah-tengah umatku hingga hari kiamat.
Satu-satunya alasan bagi kemuliaan dan kebanggaan bagi setiap orang adalah
akhlak mereka. Dalam pekerjaan mereka, perolehan, kebiasaan, keadaan mereka
saat ini, keberhasilan sejati hanya bisa dicapai melalui akhlak yang baik,
terutama jika akhlak itu disempurnakan melalui keadilan”
-Muhammad saw-[1]
Revolusi teknologi informasi menjadikan abad 21 sebagai
abad yang sama sekali berbeda dari abad-abad sebelumnya. Teknologi informasi
telah mengubah dunia, mengubah kecendrungan manusia dan pola interaksi antar
manusia. Jika di abad-abad sebelumnya manusia cenderung melaksanakan satu
pekerjaan dalam satu waktu, teknologi informasi telah menjadikan manusia abad
21 sebagai generasi multi-tasking yang
melakukan satu, dua, atau tiga pekerjaan sekaligus dalam sekali duduk. Saat
kuliah, mahasiswa masih bisa terkoneksi dengan teman-temannya di berbagai
penjuru dunia melalui media sosial, ngobrol via chatting, tanpa harus kehilangan momen belajar itu sendiri. Saat
rapat, seorang suami bisa menyapa istri dan anak-anaknya via BBM, Kakao, Whats
Up, Line, Chat On, dll. Saat demo, seorang aktivis masih sempat menghubungi orang
tuanya untuk menghibur mereka bahwa semuanya terkendali dan akan baik-baik saja.
Dan masih banyak contoh lainnya dari kebiasaan baru generasi multi-tasking di abad 21 yang tidak
pernah ada di abad-abad sebelumnya.
Bicara teknologi informasi, kita tidak bisa melepaskan media
sosial sebagai bagian penting dari revolusi teknologi informasi di abad 21. Media
sosial telah mengubah mindset, attitude,
behavior, kecenderungan dan model
interaksi manusia di seluruh penjuru dunia. Dengan semakin banyak orang yang
terkoneksi dalam media sosial, semakin besar pula peran media sosial dalam menentukan masa depan
peradaban umat manusia. Sayangnya, belum banyak orang menyadari peran media sosial
di era yang sudah berubah ini. Kebanyakan orang masih menganggap fenomena media
sosial sebagai bagian dari dunia maya, semu, tidak nyata, yang membuat mereka
bisa seenak hati berbuat apa saja di media sosial tanpa peduli impact bagi orang-orang di kanan
kirinya, orang-orang di friendlist-nya,
orang-orang yang membaca tulisan-tulisannya atau bagi kehidupan sosial dalam
wilayah masyarakatnya di dunia ‘maya’. Itu wajar karena mereka menganggap semua
ini hanyalah bagian dari permainan dunia maya, tidak nyata. Mindset semacam ini adalah mindset lawas yang sudah usang dan harus
segera diubah karena sudah tidak sesuai dengan realita abad 21.
Di era teknologi informasi di abad 21, istilah dunia maya
sudah tidak lagi relevan untuk menggambarkan realita media sosial, internet dan
segala hal yang berkaitan dengan teknologi informasi. Kini, tidak ada lagi
dikotomi antara dunia nyata dan dunia maya karena semua yang berinteraksi dalam
internet adalah nyata..!! Media sosial adalah “Extended society” sebuah media yang meluaskan ruang lingkup sosial
dengan jasa teknologi informasi yang canggih. Media sosial berperan mendekatkan
yang jauh, menjangkau yang tidak terjangkau, menghubungkan yang tidak terhubung
dan mengikat manusia dalam satu pola interaksi tertentu, untuk kemudian
menciptakan suatu kultur sosial di dunia ‘maya’ yang sesungguhnya sedikit
banyak mewakili kultur sosial di dunia nyata. Media sosial sama sekali tidak
palsu, ialah nyata, sebuah media yang mendekatkan jarak, membuka peluang
komunikasi dan interaksi, menjangkau yang tidak terjangkau, menghimpun dan
menghubungkan manusia dalam skala global.
Realita media sosial yang sesungguhnya nyata membawa
konsekwensi tertentu dalam pola interaksi antara manusia di media sosial. Salah
satu hal paling penting yang harus diperhatikan adalah etika. Sejatinya etika
di media sosial tidak boleh berbeda dengan etika di dunia nyata. Mari kita
ambil contoh Facebook sebagai
jejaring sosial yang masih memimpin di dunia. Di Facebook, akun kita ibarat rumah kita, dan akun orang lain ibarat
rumah orang lain. Semua daftar teman kita, sesungguhnya adalah tetangga kita,
yang sedikit banyak akan terimbas oleh setiap laku kita saat kita meng-update status, upload foto, upload
video, membuat event, catatan, dll.
Kita memiliki privasi dalam kehidupan, begitu juga mereka. Kita ingin nyaman
begitu juga orang lain. Kita menjaga nama baik diri sendiri, begitu juga kita harus
menjaga nama baik orang lain. Kita memberi salam ketika berinteraksi dengan
orang lain di dunia nyata saat bertemu dan berpisah, begitu juga seharusnya hal
yang sama kita lakukan di media sosial, bukan membuka percakapan seenak hati,
dan melenggang pergi seenak hati. Kita harus memperlakukan orang lain
sebagaimana kita ingin diperlakukan. Etika di media sosial harus dijunjung
tinggi.
Akhlak kita di media sosial, semestinya sama dengan
akhlak kita di dunia nyata karena manusia-manusia yang berinteraksi dengan kita
di media sosial, adalah juga benar-benar manusia, bukan manusia jadi-jadian
atau siluman yang tidak punya hati dan perasaan[2].
Mereka setara dengan kita dalam hal emosi, harapan, kebutuhan untuk dihargai
dan dihormati. Mereka menginginkan dirinya aman dan selamat dari ucapan dan
perbuatan kita. Mereka ingin sebuah hubungan yang sehat sebagaimana fitrah
setiap manusia adalah menginginkan ketentraman dan kedamaian tanpa rasa
khawatir dan waswas dalam menjalani kehidupan sosial.
Maka, meneladani akhlak Rasulullah saw dalam berinteraksi
di media sosial adalah pilihan tanpa tawar jika kita ingin menciptakan iklim
yang sehat dalam berinteraksi dengan umat manusia, membangun persaudaraan, dan
membangun aliansi tanpa batas-batas kultural, agama, ras, atau golongan. Rasulullah
saw berpesan “Pergaulilah umat manusia
dengan akhlak mulia”. Hal ini bukan hanya berlaku di dunia nyata, tapi juga
di media sosial yang kebanyakan orang masih meyakini eksistensinya sebagai dunia
maya. Rasulullah saw berpesan “Siapa yang
beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik, atau
diam[3]”.
Dari Muadz r.a, “Kemudian Rasulullah
saw bersabad, ‘Maukah aku beritahukan kepadamu tentang kunci semua ini?’ Saya
(Muadz r.a) berkata ‘Mau, wahai Rasulullah saw,’ Maka Rasulullah memegang
lidahnya, beliau bersabda ‘Tahan ini!’ Saya berkata ‘Wahai Nabi Allah, adakah
kita berbuat dosa dikarenakan apa yang kita bicarakan?’ Maka Rasulullah
bersabda, ‘Ibumu kehilangan dirimu wahai Muadz, tidakkah banyak manusia terjerumus
mukanya ke dalam neraka dikarenakan lidahnya’, atau ‘Bukankah hidung manusia
terjerembab ke dalam neraka dikarenakan jeratan-jeratan lidahnya?”[4]
Rasulullah saw bersabda “Siapa yang mau menjamin untukku bahwa dia akan menjaga organ antara
dua rahang dan dua kakinya, maka aku jamin surga baginya”[5].
Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang membuat
Allah ridho kepadanya, sang hamba sendiri sama sekali tidak memperhitungkannya,
namun dengan satu kata itu, Allah naikkan derajatnya beberapa derajat, dan
sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang membuat Allah murka,
sang hamba sendiri tidak memperhitungkannya, namun gara-gara satu kata
tersebut, sang hamba terperosok ke dalam neraka jahannam.”[6]
Suatu hari salah seorang sahabat terkasih Rasulullah saw, Umar bin Khattab
berkata “Akan ada masa dimana suatu
perbuatan dianggap remeh, padahal dimasa Rasulullah itu sama sekali tidak
remeh.”[7]
Rasulullah saw menggambarkan kepada kita, bahwa inti dari ajaran Islam adalah ketika orang
lain aman dan selamat dari ucapan dan perbuatan kita. Rasulullah sangat concern memandang persoalan lisan dan
perbuatan. Beliau menyadari bahwa ucapan dan laku seseorang sangat berpengaruh
besar bagi orang-orang disekitarnya, yang pada akhirnya akan berpengaruh besar bagi
nasib masyarakat dan peradaban dalam ranah yang lebih luas. Rasulullah saw
sangat menghormati dan sama sekali tidak pernah meremehkan peran setiap
individu bagi stabilitas sosial masyarakat. Tidak ada satupun manusia di
hadapan Rasulullah saw yang tidak berpengaruh bagi manusia lainnya, sekalipun
dalam kenyataan kita sering meremehkan peran kita sendiri dengan berkata “Memangnya aku siapa, aku mau ngapain juga
gak ngaruh koq buat orang-orang lain, aku ini bukan siapa-siapa”.
Rasulullah saw tidak demikian, Rasulullah saw adalah manusia terbaik dengan
visi terbaik dalam kehidupan. Beliau memahami dengan sangat baik jalinan
interkoneksi dan interdependensi umat manusia dalam skala global yang akan
menentukan wajah peradaban. Inilah salah satu alasan mendasar menurut hemat
saya mengapa Rasulullah saw meminta masing-masing kita membangun akhlak mulia mulai
dari diri sendiri. Inilah cara bagaimana Rasulullah saw mengakomodir
individualitas, sebuah konsep yang berabad-abad kemudian sangat populer di kalangan
para pemikir Barat Modern dengan salah satu tokohnya John Stuart Mill yang
menulis “The worth of a state in the long
runs is the worth of the individuals composing it”.
Media sosial berbasis tekonologi informasi adalah sebuah tool di abad 21 yang membuktikan visi
Rasulullah saw, bahwa mindset, attitude
dan behaviour masing-masing individu
dapat menentukan masa depan masyarakat dunia. Akhlak masing-masing individu di media
sosial, adalah visualisasi akhlak masing-masing individu di dunia nyata. Jika
kita mampu memahami pesan Rasulullah saw dan kemudian mau mengimplementasikan
pesan luhur tersebut dalam pergaulan di media sosial, akan muncul sebuah impact, bahwa betapa kita sebagai
individu akan mampu berkontribusi bagi pembinaan masa depan peradaban umat
manusia.
Jika kita hanya
mengatakan yang baik atau diam, sebagaimana pesan Rasulullah saw, berapa
banyak manusia yang tercerahkan oleh kata-kata sepele yang kita update dan berapa banyak orang yang
selamat dari buruknya perkataan kita. Jika kita ramah menyapa orang lain di media
sosial, baik secara terbuka di wall
dan comment atau secara privat di message, berapa banyak silaturahmi,
kekeluargaan dan persaudaraan yang bisa dibangun dan berimbas positif di dunia
nyata. Jika kita sharing link-link
yang bermanfaat, berapa banyak orang lain yang mendapat pengetahuan baru dari sharing kita, mereka mendapat ilmu yang
mencerahkan dan bermanfaat, bisa saja mereka terdorong untuk berbuat baik
karena hal sepele yang kita lakukan, hal sepele yang mungkin remeh di hadapan
kita, tapi sama sekali tidak remeh di hadapan Allah dan Rasul-Nya.
Begitu juga sebaliknya, jika kita meng-update status dengan kata-kata nakal,
seronok, tidak santun, kotor, rasis, terkesan menghina, memaki dan merendahkan
orang lain, bukan hanya membuat risih
orang lain yang membacanya, tapi juga berarti -secara tidak langsung- kita telah
berkontribusi dalam merusak orang lain yang pada akhirnya merusak masyarakat
dan tatanan sosial yang semestinya dibangun. Kata-kata negatif adalah penyakit.
Jika seseorang terbiasa dengan kata-kata negatif, pelan-pelan kata-kata negatif
tersebut akan menjadi input negatif yang masuk ke alam bawah sadarnya,
menjadikan seseorang familiar dengan
hal-hal negatif. Ketika seseorang sudah familiar
dengan hal-hal yang berbau negatif, tidak ada lagi risih dan rasa tidak nyaman
ketika harus berinteraksi dengannya dan bisa jadi, justru menikmati keadaan
semacam itu, menganggapnya bagian dari permainan dalam kehidupan. Keadaan familiar
semacam itu kemudian menimbulkan kecenderungan baru yang membuat mereka
toleran atau bahkan resisten terhadap hal-hal negatif di sekitarnya. Orang
menjadi tidak peka terhadap ketimpangan di depan matanya. Ini berbahaya bagi
perkembangan mental dan akhlak masing-masing individu, yang kemudian berbahaya
bagi nasib peradaban dalam jangka panjang.
Memang benar bahwa kata-kata
tidak selalu mencerminkan hati seseorang, tapi satu hal yang pasti bahwa hati selalu mencerminkan kata-kata.
Bisa jadi kata-kata bijak itu dibuat oleh pribadi yang buruk demi mencitrakan
dirinya menjadi baik di mata orang lain. Tapi tidak pernah pribadi yang baik
mengeluarkan kata-kata buruk dengan alasan apapun. Sebab, kata-kata negatif
yang buruk itu tidak ada dalam variabel hidupnya.
Begitulah realita media sosial, menjadi ujian sekaligus
fitnah bagi manusia di abad 21. Seorang muslim yang percaya bahwa setiap
lakunya akan dimintai pertanggung jawaban di hari kiamat, mestinya belajar dan
tidak menganggap remeh fenomena media sosial. Karena sebagaimana sabda Rasulullah “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang membuat
Allah ridho kepadanya, sang hamba sendiri sama sekali tidak memperhitungkannya,
namun dengan satu kata itu, Allah naikkan derajatnya beberapa derajat, dan
sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang membuat Allah murka,
sang hamba sendiri tidak memperhitungkannya, namun gara-gara satu kata
tersebut, sang hamba terperosok ke dalam neraka jahannam.”[8]
Bergaul di media sosial artinya bergaul dengan extended society atau masyarakat dunia.
Mereka nyata, bukan palsu. Pertanggung jawaban sosial kita di media sosial sama seperti pertanggung jawaban sosial kita
di masyarakat. Semestinya kita jangan pernah lupa bahwa aturan Allah tidak
lepas dari media sosial dan akhlak Rasulullah saw sangat relevan serta tidak
boleh ditinggalkan dalam pergaulan di media sosial. Meneladani akhlak
Rasulullah saw dalam berinteraksi di media sosial adalah niscaya jika kita
ingin berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, beradab, tentram
dan damai untuk seluruh umat manusia. Meneladani akhlak Rasulullah saw adalah
niscaya jika kita ingin selamat di dunia dan akherat.
Sesungguhnya tidak sulit berkontribusi untuk kebaikan
masyarakat dunia. Kita dapat memulainya dari diri sendiri. Menolong dunia
berarti menolong masing-masing kita dari kerusakan karena masing-masing kita
adalah bagian dari masyarakat dunia. Wallahua’lam
Bissawwab.
******
“Tidak ada yang lebih berat
dalam timbangan manusia di hari kiamat daripada akhlak yang baik” [9]
“Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya”[10]
“Orang yang paling baik
Islam-nya adalah yang paling baik akhlaknya”[11]
“’Tahukah kalian siapa orang
yang bangkrut?’ Mereka menjawab ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak
mempunyai uang dan harta’ Beliau lalu menjelaskan ‘Orang yang bangkrut adalah
orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya,
namun ia pernah mencela orang, memaki orang, memakan harta orang, memukul dan
menumpahkan darah orang. Maka diapun harus memberikan pahala amal baiknya
kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua,
diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka, diapun dilempar ke
neraka”[12]
“Orang yang paling kucintai dan
paling dekat denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya”[13]
Suatu utusan datang kepada Nabi
saw. Mereka bertanya “Wahai Rasulullah, siapa hamba yang paling dicintai
Allah?” Beliau menjawab “Yang paling baik akhlaknya”[14]
Nabi saw bertanya “Maukah
kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai?” “Tentu, wahai
Rasulullah” jawab mereka. Beliau kembali bertanya “Maukah kalian kuberitahu
tentang orang yang paling kucintai?” “Tentu, wahai Rasulullah,” jawab mereka
lagi. Lalu beliau menegaskan, “Orang-orang yang paling baik akhlaknya.”[15]
“Engkau Muhammad, benar-benar
mempunyai akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam : 4)
“Sungguh dalam diri Rasulullah
terdapat teladan yang baik bagi kalian, yaitu orang yang mengharap rahmat Allah
dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab :21)
“Kami tidak mengutusmu wahai
Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta” (QS. Al-Anbiya : 107)
[1] Dikutip dari
halaman muka buku Akhlak al-Mukmin
karya DR. Amr Khaled (Terj. Indonesia Buku Pintar Akhlak, Penerbit Zaman,
2010)
[2] Dengan pengecualian. Memang ada
tipikal manusia yang membuat akun palsu yang tidak merepresentasi dirinya
dengan motif dan tujuan tertentu. Tapi bukan tipikal ini yang menjadi topik dan fokus pembahasan
dalam tulisan ini.
No deposit casino bonus code for 2021? - DrmCD
BalasHapusWhat is the best 고양 출장마사지 No Deposit Casino Bonus Code for 2021? — Let's find out. Learn why 서울특별 출장안마 and where to 삼척 출장샵 start and start with 구미 출장안마 a 여주 출장샵 no deposit bonus today!