Senin, 11 Maret 2013

Pentingnya Benchmark : Sultan Muhammad Al-Fatih

PENTINGNYA BENCHMARK : SULTAN MUHAMMAD AL-FATIH


Benchmark dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia bermakna tolak ukur, standar, teladan, atau dengan kata lain adalah sosok yang menjadi inspirasi dan parameter bagi kita dalam menjalani kehidupan. Sering kita bisa cepat mengetahui pribadi seseorang hanya dengan melihat siapa benchmark-nya. Benchmark sangat penting, dan sebaik-baik benchmark adalah Rasulullah Muhammad SAW. Sosok yang kelahirannya dirindukan masyarakat dunia selama berabad-abad sepanjang sejarah peradaban umat manusia. Sosok yang dirindukan tujuh lapis surga. Sosok yang menginspirasi bukan saja sahabat-sahabatnya, tapi juga musuh-musuhnya. Sosok yang diutus Allah untuk membebaskan dunia dari kegelapan dan kesesatan menuju cahaya. Sosok yang kehadirannya menjadi rahmat bagi seluruh alam. 
Dalam tulisan ini, saya ingin sedikit menyampaikan pengaruh Nabi Muhammad saw sebagai benchmark bagi kehidupan seseorang (Sejauh pengetahuan dan pemahaman saya saja) melalui sosok pemimpin besar dalam sejarah peradaban Islam, Muhammad Al-Fatih. Al-Fatih adalah sosok yang sangat terinspirasi oleh Nabi Muhammad saw. Beliau sangat mengidolakan Nabi dan ingin menirunya dalam setiap detail kehidupannya. Beliau mengerahkan segala daya dan upaya, mewakafkan harta, tenaga, pikiran, dan bahkan nyawanya demi kecintaannya pada Nabi. Sebagai akibatnya, Al-Fatih berhasil mencapai kesuksesan-kesuksesan besar dalam sejarah yang belum pernah dicapai oleh orang-orang sebelumnya. Beliau adalah sosok yang berhasil membuktikan hadist Nabi tentang penaklukan Konstantinopel yang terkenal adidaya dengan militer terbaik di dunia pada waktu itu. Al-Fatih berhasil merobohkan mitos bahwa tembok Konstantinopel tidak bisa ditembus. Begitulah benchmark berperan besar bagi kehidupan seseorang. Al-Fatih telah tepat memilih benchmark-nya, sebaik-baik manusia, Nabi Muhammad saw.  

Elaborasi Singkat Kepribadian Sultan Muhammad Al-Fatih (1429-1481)
Nama aslinya Muhammad II (Sultan Mehmed II). Al-Fatih adalah gelar yang diberikan kepadanya setelah berhasil membebaskan Konstantinopel pada tahun 1453. Beliau adalah keturunan ketujuh dari keluarga Utsman yang mendirikan Turki Utsmani. Beliau membebaskan Konstantinopel pada usia 22 tahun dan berhasil mengubah wajah Konstantinopel yang sudah tua dan lemah kembali menjadi nadi utama peradaban dunia. Beliau melaksanakan tugas kepemimpinan dengan cemerlang, menertibkan administrasi negara, menguatkan ekonomi dan perdagangan, meningkatkan pendidikan dan tradisi keilmuan, mengembangkan kesenian dan sastra, dan menguatkan militer negara. Beliau adalah pemimpin yang sangat berhasil menciptakan harmoni di dalam masyarakat dengan toleransi antar umat beragama. Dibawah kepemimpinannya, beliau mengayomi seluruh umat non-muslim sama baiknya dalam mengayomi muslim. Beliau menegakkan keadilan di seluruh penjuru kekuasaannya.
Sejak kecil, Al-Fatih telah menunjukkan potensi yang besar dalam dirinya. Orang tuanya sangat concern mengupayakan pendidikan yang berkualitas bagi dirinya. Beliau kemudian dididik oleh guru-gurunya, yang merupakan ulama-ulama terbaik di zamannya. Di antara guru-gurunya, yang paling terkenal dalam membentuk kepribadian Al-Fatih adalah Syekh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al-Kurani. Berkat pendidikan yang baik itu,  Al-Fatih berhasil menghafal al-Qur’an pada usia 8 tahun. Sejak kecil beliau telah akrab dengan pribadi Nabi dan para sahabat karena secara kontinyu terus diajarkan sirah Nabi & sahabat. Beliau bahkan selalu diafirmasi oleh gurunya bahwa dialah sosok yang diwartakan Nabi dalam penaklukan Konstantinopel. Hal ini berpengaruh besar terhadap dirinya, dan di kemudian hari mengantarkannya menjadi pemimpin besar Islam yang sangat disegani. Al-Fatih juga sangat mahir dalam ilmu bahasa. Pada usia 17 tahun beliau sudah menguasai bahasa Turki, Arab dan Persia. Beliau Juga fasih dalam percakapan dengan bahasa Perancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan Latin. Beliau mempelajari ilmu agama secara mendalam seperti al-Qur’an, kebudayaan Islam dan Fiqh. Beliau juga sangat mumpuni di bidang sejarah, geografi, sastra, seni, teknik terapan dan Militer. Semua pencapaian ini didorong oleh rasa cintanya yang luar biasa pada benchmark-nya, Nabi Muhammad saw.
Saking cintanya kepada Nabi, beliau ingin men-copast kepribadian Nabi secara utuh. Itulah alasan mengapa beliau tidak pernah absen satu malampun untuk melaksanakan shalat tahajjud sejak usia baligh hingga wafatnya. Padahal tahajjud bagi Nabi adalah wajib, dan bagi kita umatnya adalah sunnah. Beliau adalah seorang pemimpin yang sangat saleh dan bertaqwa kepada Allah. Energi besar ini ada pada diri Al-Fatih karena benchmark-nya, Nabi Muhammad saw. Subhanallah..^^
Felix Y. Siauw dalam bukunya Muhammad Al-Fatih 1453 menjelaskan bahwa Al-Fatih adalah potret seorang pemimpin yang selalu bersikap see beyond the eyes can see, melihat lebih dari apa yang dilihat oleh mata. Di masanya, seluruh dunia mengetahui bahwa tembok pertahanan Konstantinopel tak pernah berhasil ditembus. Siapapun yang ingin menaklukannya selalu menuai pahitnya kegagalan. Hal ini terus terjadi selama ribuan tahun dalam sejarah panjang Konstantinopel. Tapi bagaimanapun, Al-Fatih tetap yakin bahwa beliau dan pasukannya dapat menembus tembok benteng pertahanan Konstantinopel betapapun beratnya ujian yang harus dihadapinya. Cintanya kepada Nabi meyakinkan dirinya bahwa dialah ahli bisyarah, yang telah dikabarkan Nabi 800 tahun sebelumnya, bahwa :
“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah orang yang memimpin penaklukannya dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukannya”[1]
Kecintaan dan keyakinanannya pada kebenaran sabda Nabi menguatkan tekadnya. Beliau tidak dapat ditipu oleh kokohnya tembok Konstantinopel. Beliau melihat apa yang tidak dilihat oleh kebanyakan orang. Dan akhirnya, karena kesalehan, ketawaduan, ketaqwaan, kerja keras dan keyakinannya, beliau dianugerahi nikmat besar sebagai orang yang membuktikan sabda Nabi tersebut, 800 tahun kemudian. Namanya menggema di seluruh penjuru dunia.
Begitulah Al-Fatih, dengan prestasi cemerlangnya yang menggema di Barat dan di Timur, beliau selalu rendah hati di hadapan manusia sebagaimana Nabi Muhammad dalam peristiwa Fathul Makkah. Beliau berlaku lembut dan penuh toleransi kepada mereka yang bukan muslim. Prasangka warga Konstantinopel bahwa mereka akan dijarah, bahkan dibantai setelah penaklukan sama sekali tidak terjadi. Beliau justru mengizinkan setiap warga untuk pulang ke rumahnya masing-masing, melindungi harta bendanya, dan bebas menjalankan keyakinan agamanya tanpa takut diganggu sama sekali. Beliau menegakkan masyarakat yang adil makmur di seluruh wilayah kekuasaannya. Beliau benar-benar meneladani Nabi. Karena keutamaan inilah, penduduk Konstantinopel akhirnya berbondong-bondong masuk Islam. Al-Fatih adalah teladan kepemimpinan yang meniru kepemimpinan terbaik, Nabi Muhammad saw. Al-Fatih memiliki benchmark terbaik, Nabi Muhammad saw, Sang Cahaya Abadi Kebanggaan Umat Manusia. Beliau sangat mencintai dan selalu berusaha meneladaninya. Itulah kunci sukses Muhammad Al-Fatih Sang Pembebas Konstantinopel.
***
Al-Fatih hanyalah satu contoh betapa benchmark sangat mempengaruhi pencapaian seseorang. Masih banyak pemimpin besar Islam lainnya yang juga cemerlang seperti dirinya karena telah memilih Nabi sebagai benchmark dalam hidupnya. Mereka adalah Salahuddin Al-Ayubi, Umar Bin Abdul Aziz, Abdurrahman Ad-Dakhil, Al-Mansur, Harun Al-Rasyid, dll. Ulama-ulama cemerlang dalam sejarah Islampun melakukan hal yang sama. Mereka menuai kemuliaan di dunia dan –insyaallah- di akherat. 
Jadi, sudahkan kita menentukan dengan segenap kesadaran siapa sosok yang kita pilih sebagai benchmark..?? Fenomena Al-Fatih adalah pelajaran berharga, contoh pribadi mulia yang telah dengan sangat tepat memilih siapa benchmark-nya. Sudahkah kita memilih Nabi sebagai benchmark dengan segenap kesadaran, kecintaan, dan ketulusan dan mencoba meneladaninya dengan sepenuh hati dalam setiap laku kita..?? Kehidupan menawarkan begitu banyak pilihan. Siapa benchmark kita adalah cermin siapa diri kita, apa visi kita bagi kehidupan yang kemudian akan menentukan peran dan kiprah kita di muka bumi. Nabi Muhammad saw adalah garansi dari Yang Maha Terpercaya, Allah SWT, yang berfirman Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[2] Karena kemuliaannya, para filosof, pemimpin besar, dan intelektual sepanjang zaman berjajar rapi di belakangnya[3]. Nabipun bersabda “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”[4] Dan Allah menggenapkannya dengan firman-Nya “Tidaklah Aku mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.”[5]
Keteladanan Nabi telah melahirkan sosok-sosok cemerlang dalam sejarah Islam dan dunia. Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib karamallah wajhah, Abu Ubaidah Al-Jarrah ra, Khalid bin Walid ra, Sa’ad bin Abi Waqqas ra, Hamzah bin Abdul Muthalib ra, Bilal ra, Abdurrahman bin Auf ra, Tsaubah ra, Sawad bin Ghaziyyah ra, Khubaib ra, Sumayyah ra, Sumaira ra, Salim ra, Abu Hurairah ra, Abu Dzar Al-Ghifari ra, Salman Al-Farisi ra, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Anas bin Malik ra, Anas bin Nadhr ra, Ka’ab bin Malik ra, Usamah bin Zaid ra, Abu Hudzaifah ra, Amar bin Yasir ra, Abu Said Al-Khudri ra, Abu Ayub Al-Anshari ra, dan sahabat-sahabat Nabi yang lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu namanya disini. Mereka adalah sebaik-baik generasi karena begitu dekat dan cintanya kepada Nabi.
Keteladanan Nabi juga mengispirasi begitu banyak manusia modern di luar Islam seperti Mahatma Gandhi dan Napoleon Bonaparte[6]. Keteladanan Nabi bahkan telah banyak membuat para ahli di luar Islam memeluk Islam seperti Prof. Keith Moore dari Kanada yang ahli Anatomi, dan rekan-rekannya. George Benard Shaw yang bukan seorang muslim, dengan jujur menyatakan “Betapa amat membutuhkannya era kita ini kepada sosok seperti Muhammad. Sosok yang mampu memecahkan semua masalah yang dihadapinya seringan menyeruput secangkir kopi.”
Dengan keteladanannya, Nabi dicintai dan dibanggakan semua manusia, baik kawan maupun lawan. Orang-orang yang tidak mengimani ajarannyapun tetap mengakui kemuliaan akhlak dan teladan yang ada padanya. Adapun mereka yang membenci Nabi, semata-mata karena ketidaktahuan mereka akan pribadi Nabi yang mulia. Nah, bukankah ini adalah peluang yang baik untuk kita..?? Dengan mencoba meneladani (sedikit demi sedikit, setahap demi setahap, sayapun masih sangat jauh berproses >,<) dan menjadikan beliau sebagai tolak ukur dari segala perasaan, pikiran, tindakan dan keputusan, kita bisa kembali menghidupkan spirit Nabi Muhammad saw di zaman ini. Sehingga dengannya, pertama,  kita bisa ikut andil menciptakan dunia yang lebih baik dalam dimensi rahmatan lil alamin. Kedua, orang-orang yang tidak mengenal Nabi akan bisa mengenal Nabi dengan perantara kita, akhlak kita, dan kepribadian kita sebagai seorang muslim. Sehingga mengertilah umat manusia, bahwa Muhammad adalah benar, akhlaknya adalah akhlak terbaik, dan ajaran yang dibawanya adalah benar dan menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya.
Di era informasi di abad 21 ini, masing-masing kita bisa menjadi PR (Syiar) bagi pribadi Nabi Muhammad saw. Dunia tidak lagi bisa dikerangkeng dan dibendung dalam belenggu kebodohan akan pribadi Nabi Muhammad saw. Derap manusia untuk mengenal pribadi Nabi yang sesungguhnya akan mengalir deras di abad ini. Semakin Nabi dipojokkan oleh orang-orang yang tidak tahu (Saya memilih diksi “Tidak tahu” karena Nabi selalu berdoa agar Allah tidak mengadzab umatnya yang memerangi dirinya dengan kata-kata “Wahai Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui”[7]) semakin orang-orang di seluruh penjuru dunia ingin mengetahui pribadi Nabi yang sesungguhnya[8]. Inilah peluang bagi kita untuk mem-PR-kan spirit Nabi di zaman ini. Tapi sebelumnya, kita harus mulai dari masing-masing kita sebagai individu. Pertama, jadikan Nabi sebagai benchmark, sebenar-benar benchmark. Selanjutnya, kita harus menetapkan hati untuk terus hijrah, hijrah, dan hijrah apapun taruhannya. Memperbaiki diri, memperbaiki akhlak. Karena hidup adalah hijrah tiada henti. Demi Allah, demi Rasulullah.
“Ada tiga hal yang bila terdapat pada diri seseorang ia akan merasakan manisnya iman. Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang karena Allah, dan benci kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan kepada neraka.”[9]
Would u take this honour please... ?!!
Wallahua’lam Bissawwab...
Referensi :
1.  Gulen, Fethullah (2012). Muhammad saw Cahaya Abadi Kebanggaan Umat  Manusia. Jakarta : Republika.
2.      Fuad Abdul Baqi, Muhammad (2011). Al-Lu’lu wa Al-Marjan. Jakarta : Umul Qura.
3.      Khaled, Amr (2010). Buku Pintar Akhlak. Jakarta : Zaman.
4.      Siauw, Felix (2011). Muhammad Al-Fatih 1453. Jakarta : Khilafah Press.
5.   Ash-Shalabi, Ali Muhammad (2011). Sultan Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel. Solo : Pustaka Arafah.

[1] HR. Bukhari, Ahmad, dan Al-Hakim
[2] QS. Al-Ahzab :21
[3] Statemen Fethullah Gulen
[4] HR. Imam Malik (Hadist no. 1723)
[5] QS. Al-Anbiya :107
[6] Konon Napoleon Bonaparte akhirnya menjadi seorang muslim. Wallahua’lam Bissawwab.
[7] Seandainya Nabi tidak dengan santun menyebut mereka “orang yang tidak mengetahui”, saya pasti sudah memilih kata “Bodoh” untuk menyebutnya. Tapi begitulah akhlak Nabi, begitu santun bahkan pada mereka yang menyakitinya. (Bagaimana mungkin saya menyebut mereka “Bodoh”, sedang Nabi hanya menyebut mereka “Tidak mengetahui”). Diceritakan oleh Fetullah Gulen dalam sirahnya, “Dalam perang Uhud, Rasulullah terluka dan giginya patah. Bahkan ada dua mata rantai topi besi Rasulullah yang menancap di wajah beliau hingga berdarah. Tapi karena Rasulullah adalah rahmat bagi alam semesta, beliaupun segera melepas baju besinya seraya berseru kepada Allah “Wahai Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui (Al-Bukhari, Al-Anbiya, 54. Muslim, Al-Jihad, 101-105.” (Muhammad saw Cahaya Abadi Kebanggaan Umat Manusia, hal.83)
[8] Perspektif Prof. Laode M. Kamaluddin,Ph.D waktu saya bertanya kepada beliau apa pendapat beliau tentang film Innocence of Moslem (Dulu pas lagi rame-ramenya). Beliau waktu itu menjawab “Positifnya, orang-orang diseluruh penjuru dunia akan penasaran dan mencari tahu pribadi Nabi yang sesungguhnya, mereka akan bertanya bagaimana mungkin orang yang dicitrakan begitu buruknya bisa dibela oleh begitu banyak pengikutnya di seluruh penjuru dunia, bahkan mereka rela mati demi membelanya. Pastilah Muhammad adalah pribadi yang luar biasa.” Kata Prof, saat itulah kebenaran pribadi Muhammad akan tersebar luas & mengalir deras tanpa bisa dibendung.

Terimakasih banyak, Prof.. Telah menyadarkan aku untuk memilih Muhammad saw sebagai benchmark dalam hidupku. Barakallah ^^
[9] HR. Bukhari Muslim, Al-Lu’lu wa Al-Marjan, Hal 89.

5 komentar:

  1. bagaimana caranya mencintai Rasulullah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih komentarnya Adek.. :))

      Konon, "Tak kenal maka tak sayang". Jadi, cara terbaik mencintai Rasulullah, insyallah ya dengan mencoba mengenal beliau sedalam-dalamnya. Cara mengenal beliau ya dengan banyak baca kisah2 beliau (banyak sekali ditulis dalam sirah nabawiyah). Mulai biasakan baca yaa.. sehari berapa lembar sesuai kemampuan asal konsisten, insyaallah. Gudluck my dear ^^

      Hapus
  2. Assalamu'alaiku,,,terimkasih mba telah berbagi ilmu,,,saya boleh bertanya, setelah kita paham dan banyak membaca,terkadang susah untuk mengaplikasikannya,,,bagaimana caranya ya mba.... ? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang ditanya tidak lebih baik implementasinya daripada yang bertanya :))
      Yang penting saling support dan mengingatkan aja ya dek.. ^^

      Hapus
  3. You will like it to enjoy our new app Credit Card Revealer Apk : which you could download and enjoy loose.

    BalasHapus