MASA DEPAN
KEPEMIMPINAN NASIONAL :
PERAN HMI
DALAM MEMPERSIAPKAN PEMIMPIN MASA DEPAN
HARAPAN INDONESIA
Oleh :
Marlis Herni Afridah
“The worth of a state in the long runs is the
worth of the individuals composing it”
-John Stuart Mill-
Kecenderungan global berubah di abad 21. Sebelumnya,
kepemimpinan global cenderung didominasi oleh segelintir negara kuat –Seperti
Amerika Serikat dan negara-negara Barat pada umumnya- yang sering
mengintervensi kedaulatan negara lain atas nama prinsip-prinsip dan tujuan
universal. Ivan Tselichtchev dalam bukunya China
Versus The West menjelaskan bahwa di abad 21, tidak akan ada satupun negara
yang mampu mendominasi dan mengatur dunia sesuka kepentingannya[1].
Kecendrungan kepemimpinan dunia di masa lalu yang terpolarisasi pada satu kubu
kekuatan global, kini menjadi multipolar. Di abad 21, masing-masing negara
dapat menentukan arah dan tujuannya. Di Abad 21, masing-masing bangsa dapat
menentukan nasibnya sendiri. Kecendrungan kepemimpinan global di abad 21
membuka peluang yang dinamis bagi semua negara untuk secara aktif membangun
kepemimpinan regional dalam rangka ikut berperan aktif dalam dinamika
kepemimpinan global.
Abad 21 juga digemakan sebagai era Asia. Kishore
Mahbubani dalam bukunya The New Asian
Hemisphere menjelaskan bahwa dunia sedang menghadapi satu perubahan besar
di awal abad 21, yaitu pergeseran kekuatan global yang tak terelakkan dari
Barat ke timur. Asia yang telah berabad-abad terlelap dalam tidur panjang
setelah masa kejayaannya di abad 1-7, kini bangkit kembali sebagai salah satu
kekuatan yang harus diperhitungkan dalam ranah kepemimpinan global. Asia,
dipimpin oleh China dan India, terus berderap maju memimpin angka pertumbuhan
ekonomi dunia. Korea dan India terus bertumbuh dalam pengembangan teknologi
informasi, pendidikan, dan riset. ASEAN tidak kalah progresif dalam derap
kebangkitan ini. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Pnom-Phen
Kamboja pada 17-18 November 2012, ASEAN telah merampungkan 80% persiapan menuju
Masyarakat ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015) dengan tiga pilar utama yaitu
komunitas politik-keamanan, komunitas ekonomi, dan komunitas sosial-budaya[2].
ASEAN terus meningkatkan konektivitas dan kerjasama antar negara untuk
meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan. Di saat Eropa dan Amerika
mengalami perlambatan ekonomi, Asia dan ASEAN menjadi salah satu penopang utama
pertumbuhan ekonomi dunia.
Basis utama dari kebangkitan negara-negara tersebut
adalah kepemimpinan nasional yang kuat. Kepemimpinan
Nasional menentukan arah suatu negara dalam jangka panjang. Beberapa negara
yang sedang berderap maju bisa dijadikan studi kasus. Salah satu contoh dari
peran kepemimpinan nasional terhadap kebangkitan nasional adalah Korea Selatan.
Salah satu kunci sukses Korea Selatan – yang pada tahun 1950-an kondisinya
masih lebih miskin dari Indonesia[3]-
ada pada karakteristik para pemimpin nasionalnya yang merupakan cermin dari
wajah kepemimpinan nasional bangsa Korea. Para pemimpin Korea Selatan dari
waktu ke waktu terus bergandeng tangan, bahu membahu mensukseskan pembangunan
nasional. Mereka bekerjasama tanpa sekat-sekat ideologi politik. Pertarungan
politik di Korea Selatan hanya terjadi dalam momen pemilihan umum. Selebihnya,
mereka berorientasi pada pembangunan nasional dan mengesampingkan kepentingan
golongan yang berdimensi sempit. Hasilnya, Korea Selatan dewasa ini menjadi
salah satu negara dengan peradaban terbaik di dunia. Korea Selatan juga
mendapat gelar “macam Asia” di samping 4 negara Asia lainnya seperti Singapura,
Hongkong dan Taiwan.
Singapura juga memperlihatkan model yang sama,
sebagaimana diceritakan Lee Kuan Yew[4],
Bapak pendiri Singapura, kepada Strategic
Review, bahwa cara terbaik untuk memperbaiki Singapura yang miskin pada
1950 adalah dengan perang melawan korupsi dan efisiensi birokrasi. Saat Lee
Kuan Yew membangun Singapura, para koruptor ditindak tegas dan dihukum berat.
Birokrasi Singapura yang tidak efisien dirombak total hingga pada saat ini,
Birokrasi di Singapura adalah yang paling efektif dan efisien di dunia. Kini,
baik Korea maupun Singapura telah tinggal landas dalam jajaran negara maju
dunia dengan pendapatan perkapita di atas $25.000, jauh melampaui Indonesia
yang hanya $3.660[5].
Adalah fakta yang jelas bahwa kebangkitan negara-negara
yang dewasa ini memimpin peradaban dunia seperti China, India, Korea, dan Singapura
adalah buah dari kepemimpinan nasional yang ideal. Kepemimpinan nasional yang
dibentuk oleh generasi-generasi unggul yang lahir dan dibina melalui pendidikan
berkualitas. Karena kebangkitan dan keruntuhan peradaban dewasa ini tidaklah
disebabkan oleh timur ataupun barat, tidak disebabkan oleh warna kulit atau
bahasa, tidak juga disebabkan oleh invasi dari negara lain. Tapi kebangkitan
dan keruntuhkan peradaban disebabkan oleh ada atau tidaknya bibit-bibit unggul
dalam suatu peradaban yang berpotensi menopang kebangkitan peradaban tersebut[6].
Peran bibit-bibit unggul dalam menopang kebangkitan
peradaban dicontohkan secara konkret oleh Tamil Nadu dalam menopang kebangkitan
India. Tamil Nadu awalnya adalah satu propinsi termiskin di India dengan 50juta
penduduk. Setelah melewati begitu banyak dinamika kehidupan, akhirnya muncul
bibit-bibit unggul dari Tamil Nadu yang terbina melalui pendidikan dan akhirnya
berdiaspora ke seluruh penjuru dunia dan memegang jabatan-jabatan penting di
Amerika, Eropa, Asia, dan Australia. Kini Tamil Nadu pada khususnya, dan India pada
umumnya, bangkit dari keterpurukan. Orang-orang Tamil Nadu yang kini
berdiaspora di berbagai penjuru dunia sebagai akademisi, pengusaha, dan
pemegang jabatan penting yang memiliki otoritas untuk mengelola kebijakan
adalah aset terbesar India dalam derap kebangkitan peradaban dunia. Mereka
melakukan lobi politik di ranah global, melakukan ekspansi budaya, mempromosikan
pendidikan, dan membawa jutaan dolar
devisa ke India setiap tahunnya[7].
Kiranya benar apa yang diungkapkan seorang filosof berkebangsaan Inggris, John
Stuart Mill, bahwa nilai suatu bangsa dalam jangka panjang adalah akumulasi
dari nilai individu-individu yang ada di dalamnya[8].
Dewasa ini, terlepas dari beberapa prestasi Indonesia di
ranah global, kepemimpinan nasional Indonesia nampak diwarnai oleh korupsi,
kolusi dan nepotisme. Keluhuran kepemimpinan Indonesia diciderai oleh beberapa
pemimpin yang menghianati peran dan fungsinya sebagai kader pengawal
kebangkitan peradaban Indonesia. Tidak adanya visi yang jelas tentang kemana
arah bangsa ini akan dibawa, nampaknya masih menghegemoni alam pikir banyak
pemimpin bangsa Indonesia. Tidak sedikit mereka lebih mengutamakan kepentingan
golongan dibandingkan dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Karakter
kepemimpinan nasional Indonesia dinilai masih sangat lemah, sangat jauh jika dibandingkan
dengan karakter para founding fathers
yang mendirikan negeri ini. Padahal
dalam dinamika pertarungan global, yang akan memenangkan pertarungan, pertama,
adalah mereka yang memiliki karakter,
kedua, baru yang memiliki kompetensi[9].
Kualitas intelektual para pemimpin Indonesia mungkin tidak kalah dengan para
pemimpin negara manapun di dunia. Namun karakter yang lemah membuat beberapa
dari para pemimpin nasional Indonesia tidak tahan terhadap korupsi, kolusi dan
nepotisme ketika peluang ada di depannya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu
organisasi kader terbesar di Indonesia telah menyumbangkan banyak kadernya
dalam estafet kepemimpinan nasional Indonesia dari tahun ke tahun. HMI telah
menunjukkan perannya selama berpuluh-puluh tahun dalam dinamika kepemimpinan
nasional Indonesia. Nama-nama kader HMI dewasa ini menghiasi jajaran
kepemimpinan nasional Indonesia seperti Laode M. Kamaluddin, Jusuf Kalla, Akbar
Tanjung, Anas Urbaningrum, Anis Baswedan, Mahfud MD, Mulyaman Hadad, Marwah
Daud, Ida Nasution, Lena Maryana, Marzuki Ali, Wa Ode Ida, dll.
Dalam perjalanan panjang kepemimpinan nasional ini, banyak
kader HMI yang mencetak prestasi dan menjadi kebanggaan Indonesia namun tidak
sedikit di antara mereka yang tersandung berbagai kasus yang merugikan bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Dengan banyaknya pengaruh yang timbul dari
kader-kader HMI dalam kepemimpinan nasional Indonesia, peran HMI tidak bisa
dipandang sebelah mata dalam menyumbang kebangkitan atau bahkan keruntuhan
peradaban Indonesia. Kualitas kader HMI dalam jangka panjang sangat menentukan
bagaimana arah kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan.
Banyak para intelektual dan lembaga bergengsi dunia
memperkirakan masa depan Indonesia yang cemerlang dalam jajaran negara-negara
besar yang baru muncul di awal abad 21. Marwah Daud Ibrahim misalnya,
memimpikan Visi Indonesia Jaya pada 2045[10].
Anis Matta dan Ari Gynanjar adalah dua intelektual Indonesia yang brilian, keduanya
memimpikan visi Indonesia Emas pada 2020[11].
Susilo Bambang Yudhoyono, memprediksikan bahwa pada ulang tahun Indonesia
ke-100 di tahun 2045, karakteristik para pemimpin Indonesia akan sekuat
karakteristik para founding fathers[12].
Dan yang terbaru, sebuah lembaga bergengsi dari Amerika, Mc Kinsey Global
Institute merilis hasil penelitiannya bahwa Indonesia akan masuk ke dalam
jajaran negara-negara besar, dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di
dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris pada 2030. Dalam pertemuan Komite Ekonomi
Nasional Indonesia, Chairman Mc Kinsey Global Institute, Raoul Oberman,
memaparkan sejumlah fakta pendukung bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan
ekonomi terbesar ke-7 pada 2030. Fakta tersebut antara lain bahwa ekonomi
Indonesia adalah ekonomi paling stabil di dunia, sekitar 11% ekspor Indonesia
adalah sektor non-migas sampai bukti peningkatan produktivitas yang menopang
sekitar 60% pertumbuhan ekonomi.
Visi-visi di atas, sesungguhnya hanya akan bisa
direalisasikan jika Indonesia memiliki kader-kader yang militan, berkarakter
dan memiliki kompetensi baik dalam ranah regional maupun internasional. Tanpa
adanya kader-kader yang unggul, visi kebangkitan Indonesia layaknya mimpi di
siang bolong. Karena kader unggul adalah prasyarat utama dari kebangkitan suatu
peradaban.
HMI sebagai organisasi kader memiliki kapasitas untuk
berperan aktif dalam mendidik, membina dan mencetak kader-kader unggul yang akan
menopang kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan. Untuk menuju kesana,
pertama-tama HMI harus mengobati berbagai bentuk degradasi yang terjadi di
dalam tubuh HMI, sebagaimana dijelaskan Prof. DR. H. Agus Salim Sitompul dalam
bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI :
Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI. HMI harus kembali
pada semangat awal yang digelorakan para founding fathers HMI dalam mendirikan
HMI. HMI harus benar-benar memfokuskan diri untuk mencapai tujuan HMI
sebagaimana tertuang dalam Konstitusi yaitu “Terbinanya insan akademis,
pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Ada sekitar 7 langkah yang harus ditempuh HMI
dalam merealisasikan visi besar ini, antara lain 1) Menegakkan konstitusi HMI,
2) Mengimplementasikan NDP sebagai nafas perjuangan HMI, 3) Mempelajari sejarah
HMI dan meniru semangat para founding fathers
HMI, 4) Pendidikan karakter, 5) Menghidupkan tradisi keilmuan, 6) Menggiatkan
program pengabdian masyarakat, 7) Leadership,
entrepreneurship, dan networking.
Ketujuh langkah ini, harus digalakkan oleh seluruh kader
HMI mulai dari komisariat sebagai tempat pertama pendidikan dan pembinaan
kader. Komisariat memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan
tujuan HMI. Dalam usaha pengkaderan, semua elemen dalam hierarki kepengurusan
HMI dari Komisariat hingga ke Pengurus Besar (PB HMI) harus memfokuskan diri
untuk melahirkan kader-kader HMI yang unggul, berkarakter dan mampu menghadapi
tantangan global. Untuk menunjang perannya dalam kepemimpinan nasional
Indonesia, HMI harus bekerja keras membina kader-kader HMI di seluruh Indonesia
untuk mencapai kapasitas yang menunjang misi kepemimpinan nasional Indonesia.
Yaitu kader-kader dengan karakteristik anggun secara moral, berwibawa secara
intelektual dan tangguh di era global.
HMI harus fokus untuk merealisasikan upaya pengkaderan
yang menunjang misi kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan. Karena
sesungguhnya, kita hanya dapat mencapai apa yang menjadi fokus kita dan kita
–sekali kali- tidak akan pernah mencapai
apa yang tidak menjadi fokus kita. Dengan fokus membangun kader unggul sebagai
pilar penopang kebangkitan peradaban, HMI telah berkontribusi secara nyata dan
berperan aktif dalam upaya membangun kebangkitan peradaban Indonesia di masa
depan.
Menurut Prof. Laode M. Kamaluddin, kader unggul HMI
memiliki 3 sukses. Pertama adalah sukses akademis, kedua adalah sukses
organisasi dan ketiga adalah sukses pribadi. Ketiga sukses ini akan menunjang
bagaimana seorang kader bisa berkiprah dalam ranah kepemimpinan nasional
Indonesia. Menurut Beliau, tidak masalah dari mana kita berasal, jika kita
adalah kader yang unggul maka kita bisa menolong bangsa Indonesia untuk bangkit
dari keterpurukan. Kepemimpinan Indonesia di masa depan mensyaratkan
kader-kader yang unggul sebagai pilar utama kebangkitan peradaban. HMI sebagai
organisasi kader, bisa berperan aktif dalam upaya melahirkan kader-kader unggul
di masa yang akan datang. Sehingga dengan demikian, HMI telah ikut andil dalam
mempersiapkan kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan yang insyaallah diridhoi
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Tselichtchev, Ivan. 2012. China
Versus the West. Singapore : John Wiley & Sons.
Hilman, Arys. Republika. Senin, 19 November 2012.
Breen,
Michael. 1998. The
Koreans :
Who They Are, What They Want, Where Their Future Lies. London
: Orion Business Book.
Jakarta and Singapore : A Tale of Two Cities, Strategic Review Vol. 1, 2011.
Yudhoyono,
Susilo Bambang. Indonesia in 2045 : A
Centenial Journey of Progress. Strategic Review Vol. 1, 2011.
World
Economic Outlook Database (Oktober 2012), IMF.
Natsir, M. Capita Selecta. Jakarta : Yayasan Bulan
Bintang Abadi.
Mahbubani, Kishore.
2011. The New Asian Hemisphere.
Jakarta : Kompas-Gramedia.
Stuart Mill,
John. 2005. On Liberty. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
Ibrahim,
Marwah Daud. 2007. Mengelola Hidup dan
Merencanakan Masa Depan. Jakarta : MHMMD Production.
Matta, Anis
& Gynanjar, Ari. 2006. Dialog
Peradaban. Jakarta : Fitrah Rabbani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar