Selasa, 25 Desember 2012

Peran HMI untuk Masa Depan Kepemimpinan Nasional Indonesia

MASA DEPAN KEPEMIMPINAN NASIONAL :
PERAN HMI DALAM MEMPERSIAPKAN PEMIMPIN MASA DEPAN 
HARAPAN INDONESIA

Oleh :
Marlis Herni Afridah
 “The worth of a state in the long runs is the worth of the individuals composing it”
-John Stuart Mill-

Kecenderungan global berubah di abad 21. Sebelumnya, kepemimpinan global cenderung didominasi oleh segelintir negara kuat –Seperti Amerika Serikat dan negara-negara Barat pada umumnya- yang sering mengintervensi kedaulatan negara lain atas nama prinsip-prinsip dan tujuan universal. Ivan Tselichtchev dalam bukunya China Versus The West menjelaskan bahwa di abad 21, tidak akan ada satupun negara yang mampu mendominasi dan mengatur dunia sesuka kepentingannya[1]. Kecendrungan kepemimpinan dunia di masa lalu yang terpolarisasi pada satu kubu kekuatan global, kini menjadi multipolar. Di abad 21, masing-masing negara dapat menentukan arah dan tujuannya. Di Abad 21, masing-masing bangsa dapat menentukan nasibnya sendiri. Kecendrungan kepemimpinan global di abad 21 membuka peluang yang dinamis bagi semua negara untuk secara aktif membangun kepemimpinan regional dalam rangka ikut berperan aktif dalam dinamika kepemimpinan global. 
Abad 21 juga digemakan sebagai era Asia. Kishore Mahbubani dalam bukunya The New Asian Hemisphere menjelaskan bahwa dunia sedang menghadapi satu perubahan besar di awal abad 21, yaitu pergeseran kekuatan global yang tak terelakkan dari Barat ke timur. Asia yang telah berabad-abad terlelap dalam tidur panjang setelah masa kejayaannya di abad 1-7, kini bangkit kembali sebagai salah satu kekuatan yang harus diperhitungkan dalam ranah kepemimpinan global. Asia, dipimpin oleh China dan India, terus berderap maju memimpin angka pertumbuhan ekonomi dunia. Korea dan India terus bertumbuh dalam pengembangan teknologi informasi, pendidikan, dan riset. ASEAN tidak kalah progresif dalam derap kebangkitan ini. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Pnom-Phen Kamboja pada 17-18 November 2012, ASEAN telah merampungkan 80% persiapan menuju Masyarakat ASEAN 2015 (ASEAN Community 2015) dengan tiga pilar utama yaitu komunitas politik-keamanan, komunitas ekonomi, dan komunitas sosial-budaya[2]. ASEAN terus meningkatkan konektivitas dan kerjasama antar negara untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan. Di saat Eropa dan Amerika mengalami perlambatan ekonomi, Asia dan ASEAN menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi dunia.

Basis utama dari kebangkitan negara-negara tersebut adalah kepemimpinan  nasional yang kuat. Kepemimpinan Nasional menentukan arah suatu negara dalam jangka panjang. Beberapa negara yang sedang berderap maju bisa dijadikan studi kasus. Salah satu contoh dari peran kepemimpinan nasional terhadap kebangkitan nasional adalah Korea Selatan. Salah satu kunci sukses Korea Selatan – yang pada tahun 1950-an kondisinya masih lebih miskin dari Indonesia[3]- ada pada karakteristik para pemimpin nasionalnya yang merupakan cermin dari wajah kepemimpinan nasional bangsa Korea. Para pemimpin Korea Selatan dari waktu ke waktu terus bergandeng tangan, bahu membahu mensukseskan pembangunan nasional. Mereka bekerjasama tanpa sekat-sekat ideologi politik. Pertarungan politik di Korea Selatan hanya terjadi dalam momen pemilihan umum. Selebihnya, mereka berorientasi pada pembangunan nasional dan mengesampingkan kepentingan golongan yang berdimensi sempit. Hasilnya, Korea Selatan dewasa ini menjadi salah satu negara dengan peradaban terbaik di dunia. Korea Selatan juga mendapat gelar “macam Asia” di samping 4 negara Asia lainnya seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan.
Singapura juga memperlihatkan model yang sama, sebagaimana diceritakan Lee Kuan Yew[4], Bapak pendiri Singapura, kepada Strategic Review, bahwa cara terbaik untuk memperbaiki Singapura yang miskin pada 1950 adalah dengan perang melawan korupsi dan efisiensi birokrasi. Saat Lee Kuan Yew membangun Singapura, para koruptor ditindak tegas dan dihukum berat. Birokrasi Singapura yang tidak efisien dirombak total hingga pada saat ini, Birokrasi di Singapura adalah yang paling efektif dan efisien di dunia. Kini, baik Korea maupun Singapura telah tinggal landas dalam jajaran negara maju dunia dengan pendapatan perkapita di atas $25.000, jauh melampaui Indonesia yang hanya $3.660[5].
Adalah fakta yang jelas bahwa kebangkitan negara-negara yang dewasa ini memimpin peradaban dunia seperti China, India, Korea, dan Singapura adalah buah dari kepemimpinan nasional yang ideal. Kepemimpinan nasional yang dibentuk oleh generasi-generasi unggul yang lahir dan dibina melalui pendidikan berkualitas. Karena kebangkitan dan keruntuhan peradaban dewasa ini tidaklah disebabkan oleh timur ataupun barat, tidak disebabkan oleh warna kulit atau bahasa, tidak juga disebabkan oleh invasi dari negara lain. Tapi kebangkitan dan keruntuhkan peradaban disebabkan oleh ada atau tidaknya bibit-bibit unggul dalam suatu peradaban yang berpotensi menopang kebangkitan peradaban tersebut[6].
Peran bibit-bibit unggul dalam menopang kebangkitan peradaban dicontohkan secara konkret oleh Tamil Nadu dalam menopang kebangkitan India. Tamil Nadu awalnya adalah satu propinsi termiskin di India dengan 50juta penduduk. Setelah melewati begitu banyak dinamika kehidupan, akhirnya muncul bibit-bibit unggul dari Tamil Nadu yang terbina melalui pendidikan dan akhirnya berdiaspora ke seluruh penjuru dunia dan memegang jabatan-jabatan penting di Amerika, Eropa, Asia, dan Australia.  Kini Tamil Nadu pada khususnya, dan India pada umumnya, bangkit dari keterpurukan. Orang-orang Tamil Nadu yang kini berdiaspora di berbagai penjuru dunia sebagai akademisi, pengusaha, dan pemegang jabatan penting yang memiliki otoritas untuk mengelola kebijakan adalah aset terbesar India dalam derap kebangkitan peradaban dunia. Mereka melakukan lobi politik di ranah global, melakukan ekspansi budaya, mempromosikan pendidikan, dan membawa jutaan dolar  devisa ke India setiap tahunnya[7]. Kiranya benar apa yang diungkapkan seorang filosof berkebangsaan Inggris, John Stuart Mill, bahwa nilai suatu bangsa dalam jangka panjang adalah akumulasi dari nilai individu-individu yang ada di dalamnya[8].
Dewasa ini, terlepas dari beberapa prestasi Indonesia di ranah global, kepemimpinan nasional Indonesia nampak diwarnai oleh korupsi, kolusi dan nepotisme. Keluhuran kepemimpinan Indonesia diciderai oleh beberapa pemimpin yang menghianati peran dan fungsinya sebagai kader pengawal kebangkitan peradaban Indonesia. Tidak adanya visi yang jelas tentang kemana arah bangsa ini akan dibawa, nampaknya masih menghegemoni alam pikir banyak pemimpin bangsa Indonesia. Tidak sedikit mereka lebih mengutamakan kepentingan golongan dibandingkan dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Karakter kepemimpinan nasional Indonesia dinilai masih sangat lemah, sangat jauh jika dibandingkan dengan karakter para founding fathers yang mendirikan negeri  ini. Padahal dalam dinamika pertarungan global, yang akan memenangkan pertarungan, pertama, adalah mereka  yang memiliki karakter, kedua, baru yang memiliki kompetensi[9]. Kualitas intelektual para pemimpin Indonesia mungkin tidak kalah dengan para pemimpin negara manapun di dunia. Namun karakter yang lemah membuat beberapa dari para pemimpin nasional Indonesia tidak tahan terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme ketika peluang ada di depannya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi kader terbesar di Indonesia telah menyumbangkan banyak kadernya dalam estafet kepemimpinan nasional Indonesia dari tahun ke tahun. HMI telah menunjukkan perannya selama berpuluh-puluh tahun dalam dinamika kepemimpinan nasional Indonesia. Nama-nama kader HMI dewasa ini menghiasi jajaran kepemimpinan nasional Indonesia seperti Laode M. Kamaluddin, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Anas Urbaningrum, Anis Baswedan, Mahfud MD, Mulyaman Hadad, Marwah Daud, Ida Nasution, Lena Maryana, Marzuki Ali, Wa Ode Ida, dll.
Dalam perjalanan panjang kepemimpinan nasional ini, banyak kader HMI yang mencetak prestasi dan menjadi kebanggaan Indonesia namun tidak sedikit di antara mereka yang tersandung berbagai kasus yang merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Dengan banyaknya pengaruh yang timbul dari kader-kader HMI dalam kepemimpinan nasional Indonesia, peran HMI tidak bisa dipandang sebelah mata dalam menyumbang kebangkitan atau bahkan keruntuhan peradaban Indonesia. Kualitas kader HMI dalam jangka panjang sangat menentukan bagaimana arah kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan.  
Banyak para intelektual dan lembaga bergengsi dunia memperkirakan masa depan Indonesia yang cemerlang dalam jajaran negara-negara besar yang baru muncul di awal abad 21. Marwah Daud Ibrahim misalnya, memimpikan Visi Indonesia Jaya pada 2045[10]. Anis Matta dan Ari Gynanjar adalah dua intelektual Indonesia yang brilian, keduanya memimpikan visi Indonesia Emas pada 2020[11]. Susilo Bambang Yudhoyono, memprediksikan bahwa pada ulang tahun Indonesia ke-100 di tahun 2045, karakteristik para pemimpin Indonesia akan sekuat karakteristik para founding fathers[12]. Dan yang terbaru, sebuah lembaga bergengsi dari Amerika, Mc Kinsey Global Institute merilis hasil penelitiannya bahwa Indonesia akan masuk ke dalam jajaran negara-negara besar, dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di dunia, mengalahkan Jerman dan Inggris pada 2030. Dalam pertemuan Komite Ekonomi Nasional Indonesia, Chairman Mc Kinsey Global Institute, Raoul Oberman, memaparkan sejumlah fakta pendukung bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 pada 2030. Fakta tersebut antara lain bahwa ekonomi Indonesia adalah ekonomi paling stabil di dunia, sekitar 11% ekspor Indonesia adalah sektor non-migas sampai bukti peningkatan produktivitas yang menopang sekitar 60% pertumbuhan ekonomi.   
Visi-visi di atas, sesungguhnya hanya akan bisa direalisasikan jika Indonesia memiliki kader-kader yang militan, berkarakter dan memiliki kompetensi baik dalam ranah regional maupun internasional. Tanpa adanya kader-kader yang unggul, visi kebangkitan Indonesia layaknya mimpi di siang bolong. Karena kader unggul adalah prasyarat utama dari kebangkitan suatu peradaban.
HMI sebagai organisasi kader memiliki kapasitas untuk berperan aktif dalam mendidik, membina dan mencetak kader-kader unggul yang akan menopang kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan. Untuk menuju kesana, pertama-tama HMI harus mengobati berbagai bentuk degradasi yang terjadi di dalam tubuh HMI, sebagaimana dijelaskan Prof. DR. H. Agus Salim Sitompul dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI : Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI. HMI harus kembali pada semangat awal yang digelorakan para founding fathers HMI dalam mendirikan HMI. HMI harus benar-benar memfokuskan diri untuk mencapai tujuan HMI sebagaimana tertuang dalam Konstitusi yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.  Ada sekitar 7 langkah yang harus ditempuh HMI dalam merealisasikan visi besar ini, antara lain 1) Menegakkan konstitusi HMI, 2) Mengimplementasikan NDP sebagai nafas perjuangan HMI, 3) Mempelajari sejarah HMI dan meniru semangat para founding fathers HMI, 4) Pendidikan karakter, 5) Menghidupkan tradisi keilmuan, 6) Menggiatkan program pengabdian masyarakat, 7) Leadership, entrepreneurship, dan networking.
Ketujuh langkah ini, harus digalakkan oleh seluruh kader HMI mulai dari komisariat sebagai tempat pertama pendidikan dan pembinaan kader. Komisariat memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan tujuan HMI. Dalam usaha pengkaderan, semua elemen dalam hierarki kepengurusan HMI dari Komisariat hingga ke Pengurus Besar (PB HMI) harus memfokuskan diri untuk melahirkan kader-kader HMI yang unggul, berkarakter dan mampu menghadapi tantangan global. Untuk menunjang perannya dalam kepemimpinan nasional Indonesia, HMI harus bekerja keras membina kader-kader HMI di seluruh Indonesia untuk mencapai kapasitas yang menunjang misi kepemimpinan nasional Indonesia. Yaitu kader-kader dengan karakteristik  anggun secara moral, berwibawa secara intelektual dan tangguh di era global.
HMI harus fokus untuk merealisasikan upaya pengkaderan yang menunjang misi kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan. Karena sesungguhnya, kita hanya dapat mencapai apa yang menjadi fokus kita dan kita –sekali kali-  tidak akan pernah mencapai apa yang tidak menjadi fokus kita. Dengan fokus membangun kader unggul sebagai pilar penopang kebangkitan peradaban, HMI telah berkontribusi secara nyata dan berperan aktif dalam upaya membangun kebangkitan peradaban Indonesia di masa depan.
Menurut Prof. Laode M. Kamaluddin, kader unggul HMI memiliki 3 sukses. Pertama adalah sukses akademis, kedua adalah sukses organisasi dan ketiga adalah sukses pribadi. Ketiga sukses ini akan menunjang bagaimana seorang kader bisa berkiprah dalam ranah kepemimpinan nasional Indonesia. Menurut Beliau, tidak masalah dari mana kita berasal, jika kita adalah kader yang unggul maka kita bisa menolong bangsa Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan. Kepemimpinan Indonesia di masa depan mensyaratkan kader-kader yang unggul sebagai pilar utama kebangkitan peradaban. HMI sebagai organisasi kader, bisa berperan aktif dalam upaya melahirkan kader-kader unggul di masa yang akan datang. Sehingga dengan demikian, HMI telah ikut andil dalam mempersiapkan kepemimpinan nasional Indonesia di masa depan yang insyaallah diridhoi Allah SWT.   
DAFTAR PUSTAKA
Tselichtchev, Ivan. 2012. China Versus the West. Singapore : John Wiley & Sons.
Hilman, Arys. Republika. Senin, 19 November 2012. 
Breen, Michael. 1998. The Koreans : Who They Are, What They Want, Where Their Future Lies. London : Orion Business Book.
Jakarta and Singapore : A Tale of Two Cities, Strategic Review Vol. 1, 2011.

Yudhoyono, Susilo Bambang. Indonesia in 2045 : A Centenial Journey of Progress. Strategic Review Vol. 1, 2011.

World Economic Outlook Database (Oktober 2012), IMF.

Natsir, M. Capita Selecta. Jakarta : Yayasan Bulan Bintang Abadi.

Mahbubani, Kishore. 2011. The New Asian Hemisphere. Jakarta : Kompas-Gramedia.  

Stuart Mill, John. 2005. On Liberty. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Ibrahim, Marwah Daud. 2007. Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan. Jakarta : MHMMD Production.

Matta, Anis & Gynanjar, Ari. 2006. Dialog Peradaban. Jakarta : Fitrah Rabbani.

[1] Ivan Tselichtchev, China Versus the West, John Wiley & Sons Singapore, 2012.
[2] Arys Hilman, Republika, Senin, 19 November 2012, Hal.23. 
[3] Michael Breen, The Koreans : Who They Are, What They Want, Where Their Future Lies (London : Orion Business Book, 1998), Hal 5.
[4] Jakarta and Singapore : A Tale of Two Cities, Strategic Review Vol. 1, 2011.
[5] World Economic Outlook Database (Oktober 2012), IMF.
[6] M. Natsir, Capita Selekta.
[7] Kishore Mahbubani, The New Asian Hemisphere, Kompas-Gramedia, 2011.
[8] John Stuart Mill, On Liberty.
[9] Prof. Laode M. Kamaluddin, Ph.D dalam Pidato Pekan Ta’aruf Mahasiswa Baru UNISSULA, 2011. 
[10] Marwah Daud Ibrahim, Ph.D, Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan.
[11] Anis Matta & Ari Gynanjar, Dialog Peradaban.
[12] Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia  in 2045 : A Centenial Journey of Progress, Strategic Review Vol. 1, 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar