Selasa, 25 September 2012

Jangan Membenci Siapapun

“Jangan membenci siapapun, dengan alasan apapun, betapapun dia sangat pantas untuk dibenci. Saya pikir ini cara hidup Muhammad saw. Kalo kamu..??”

Entah bagaimana tiba-tiba kata-kata sakti ini wujud dalam pikiran saya dan mengejawantah dalam sebuah status yang saya buat di Facebook malam ini. Akhir-akhir ini saya sering merenung tentang cara hidup Muhammad, rasulullah kebanggaan umat manusia. Saya terkadang mencoba berada di posisinya, misal, saat tiba-tiba Nabi harus mengemban sebuah amanah besar untuk membimbing umat manusia menjalankan fitrah penciptaannya, takut..?? Tentu, Nabi sampai menggigil ketakutan seperti Musa saat mendapat wahyu pertama kali.
Lalu, bagaimana perasaan Muhammad menghadapi si pengemis buta, yang setiap hari terus mencaci makinya. Tapi disaat yang sama, tak bosan-bosannya Muhammad terus menerus menyuapinya makanan, setiap hari di ujung pasar. Bagaimana rasanya menghadapi kaum kafir Qurais yang keras bukan kepalang (beberapa sumber menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang paling keras kepala yang pernah ada), dan bagaimana Muhammad menghadapi segala bentuk kemungkaran, kekufuran, dan kebiadaban di depan matanya, yang tentu sangat dia benci??
Jika kita ditanya siapa manusia di dunia ini yang paling membenci semua bentuk kejahiliahan itu, jawabannya tentu Muhammad. Namun, siapakah manusia yang paling toleran di dunia ini? Dia juga Muhammad. Muhammad mengajarkan sesuatu yang sering kali kita luput tentangnya, bahwa membenci sesuatu bukan berarti kita harus membenci orang yang melakukannya.
Hal ini juga dicontohkan oleh seorang ulama besar Islam, Imam Al-Ghazali saat mengkritisi para pendahulunya, Ibnu Sina dan Al-Farabi. Sekalipun Al-Ghazali menyatakan bahwa pemikiran keduanya dekat dengan kekafiran, tapi tidak pernah sekalipun Al-Ghazali menuduh kedua ulama besar tersebut sebagai kafir. Kritik Al-Gazali hanya dalam ranah pemikiran dan bukan personal. Hal ini merupakan etika yang sangat mulia dalam intelektualisme Islam. 
Dalam peristiwa Fathul Makkah, saat kaum Qurais berada di ujung kekalahan dan tinggal menunggu balasan setimpal dari umat Islam yang selama ini terus disakitinya, Nabi menunjukkan kemuliaan hatinya. Abu Sufyan, sang dedengkot Quraish yang sangat membenci Nabi dan menjadi biang kerok dari segala bentuk penyiksaan yang dialami umat Islam, sudah begitu ketakutan. Tak disangka, Nabi justru memberinya kehormatan yang begitu besar dengan berkata “Barang siapa masuk rumah Abu Sufyan, dia aman”.
Penghormatan apa yang lebih besar dari yang diberikan Nabi kepada Abu Sufyan? Saat itu Nabi berada di puncak kekuasaan. Jika Nabi hendak membumi hanguskan Makkah, Nabi bisa melakukannya dengan sekali komando saja. Namun, Nabi memilih jalan damai hingga Makkah dapat dibuka umat Islam tanpa sedikitpun pertumpahan darah. Saat itulah orang-orang kafir Qurais berbondong-bondong masuk Islam.
Bayangkan, seperti apa kebencian Nabi kepada semua perbuatan Abu Sufyan dan kaumnya?? Nabi adalah orang yang paling membenci kekufuran. Tapi tidak sekalipun Nabi membenci orang-orang tersebut. Nabi memuliakan mereka, memanusiakan mereka. Dan akhirnya, mereka justru berbondong-bondong masuk ke dalam agama yang diridhoi Allah. Beginilah sesungguhnya akhlak yang harus diaplikasikan oleh setiap muslim. Mari menjadi agen Islam yang baik. Jangan membenci siapapun, dengan alasan apapun betapapun dia sangat pantas untuk dibenci.

Jika kita bisa mengamalkan cara hidup Muhammad ini, dapat kita bayangkan dunia seperti apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita? Sebuah dunia yang penuh cinta kasih, sebuah tempat yang lebih indah dari apa yang selama ini telah kita lihat. 

Prof. Laode M. Kamaluddin, salah satu guru yang sangat saya hormati dan cintai, suatu hari pernah berkata. "Ada yang luput dari umat Islam hari ini." Saya bertanya, "Apa Prof??." Dan beliau menjawab "Ingat sunah apa yang belum dilakukan Abu Bakar, RA setelah Rasulullah wafat??" Saya menjawab "Menyantuni pengemis Yahudi buta di ujung jalan yang setiap hari memaki-maki Muhammad". Prof melanjutkan "Itulah, umat Islam hafal sekali cerita itu, tapi sedikit yang memahami dan bisa melihat hikmahnya."

Dan sebatas pengetahuan saya yang masih sangat sedikit, apa yang saya tulis ini adalah hikmah dari kisah pengemis Yahudi buta yang sangat populer itu. Bahwa amal kita sebagai muslim betapapun sempurnanya (direpresentasi dengan amal Abu Bakar, RA dalam kisah tersebut), belum lengkap tanpa tolerasi, cinta kasih, dan penghormatan setinggi-tingginya sebagai manusia kepada mereka yang membenci kita, menghujat kita, dan menyakiti kita (direpresentasi oleh pengemis Yahudi buta yang akhirnya memeluk Islam). Nabi telah mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa Fathul Makkah dan kisah pengemis Yahudi buta itu menjadi contoh keutamaan akhlak Muhammad, yang pada akhirnya mencerahkan umat manusia dan membuka hati serta pikiran mereka kepada Islam.   

Bagaimana dengan film Innocence of Muslim (IOM) yang akhir-akhir ini menggemparkan dunia karena penghinaan-nya kepada Nabi Muhammad?? Prof menjawab "Hikmahnya, pikiran masyarakat dunia dari berbagai penjuru akan terbuka, dan berusaha mencari tahu seperti apa sesungguhnya pribadi Muhammad. Mereka akan bertanya, bagaimana mungkin pribadi seorang yang gila dan biadab seperti Muhammad -sebagaimana digambarkan dalam IOM- bisa dicintai begitu banyak orang di seluruh penjuru dunia, dan bahkan mereka rela mati demi membelanya. Masyarakat dunia yang belum mengenal Islam akan tiba pada satu kesimpulan bahwa "Tidak mungkin sosok dengan kepribadian buruk -sebagaimana yang digambarkan IOM- bisa sedemikian dicintai dan dikasihi oleh pengikutnya?? Tentulah Muhammad adalah pribadi yang luar biasa baiknya." Saat mereka sampai pada kesimpulan ini, dan melakukan pencarian tentang pribadi Muhammad, saat itulah syiar Islam akan kembali menyinari dunia. Sungguh perspektif yang indah dari seorang yang sangat mencintai Muhammad dan selalu ingin menirunya, Prof. Laode M. Kamaluddin.

Akhlak Muhammad adalah akhlak terbaik. Allah telah memberi kita garansi atas hal ini “Sesungguhnya dalam diri Muhammad terdapat suri tauladan yang baik.” Jadi, mari kita benci, sebenci-bencinya pada segala bentuk kejahiliahan, kebiadaban dan kerusakan. Tapi jangan sekali-kali membenci siapapun dengan alasan apapun. Karena setiap jiwa adalah milik Allah, yang harus kita hormati dan kasihi. setiap jiwa di samping kita adalah amanah yang dititipkan Allah untuk menguji kita, terlepas apakah dia seorang yang baik atau buruk. Mari membuka jalan dakwah dengan cinta dan kasih. Mari mulai memahami bahwa setiap jiwa adalah anugerah yang diberikan Allah untuk kehidupan. Mari kita hapus segala kebencian, karena dalam hati yang tak ada ruang untuk membenci, disanalah ruang untuk cinta dan kasih akan semakin luas. 
Wallahua'lam bissawwab....

2 komentar:

  1. Itu di TPI ada serial "Omar". Saya kira isinya lumayan bagus. Bagaimana penduduk Makkah yang konon jahiliah dan kita artikan sebagai betul-betul tolol ternyata tidak. Mereka punya kearifan lokal yang luar biasa. Pantas jika Muhammad dan nabi-nabi lahir dari sana: ibu kefasihan logika dan bahasa.. Guncangan yang terjadi atas kenabian Muhammad dan bagaimana bangsa Arab merespon sungguh merupakan epik yang menggetarkan, mengharukan, dan luar baisa. Saiya berdo'a semoga tuhan yang maha pemurah memaafkan sikap menentang kaum quraisy dan suku-suku yang lain waktu itu..

    BalasHapus
  2. Makasih komentarnya Om Kumbang, makasih rekomen serial "Omar"-nya, sayangnya saya jauh dari akses TV dan cuma bisa update beberapa berita di tv via youtobe. Ada di Youtobe gak yaa... hehehe :)
    Tapi saya sepakat sekali bahwa kata jahiliah itu artinya bukan tolol dalam arti sebenarnya sebagaimana yang selama ini dipahami oleh banyak orang. Many thanks.. :D

    BalasHapus