TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KEBANGKITAN PERADABAN
STUDI KASUS DI
ASIA : KOREA SELATAN DAN INDIA
Oleh : Marlis Herni Afridah*
Oleh : Marlis Herni Afridah*
Pulau Jeju - Objek wisata di Korea Selatan |
Itu Korea tempo dulu. Korea selatan hari ini memiliki
wajah yang berbeda dengan cita-cita yang meyakinkan untuk menyambut kebangkitan peradaban
yang gemilang. Ini dibuktikan dengan fakta bahwa Korea Selatan menaikkkan dana
riset dari 9,8 Milliar dolar AS di tahun 1994 menjadi 19,4 milliar dolar AS di
tahun 2004. Pengucuran dana sebesar ini praktis menarik pulang banyak peneliti
Asia berpengalaman yang selama ini bekerja di Barat, dimana dana untuk sains
disana mulai mengalami stagnasi bahkan merosot. Korea Selatan kini menjadi
bintang dalam pentas kemajuan teknologi dunia dengan salah satu icon-nya Digital Multimedia Broadcasting (DMB).
Dorongan sains dan teknologi telah memberikan hasil nyata
bagi perkembangan ekonomi –sebagai salah satu pilar penting peradaban- negara-negara
Asia : Andilnya dalam ekspor produk-produk high-tech
global naik dari 7% di tahun 1980 menjadi 25% di tahun 2001 sementara AS turun
dari 31% menjadi 18%, menurut US National Science Foundation.
Di saat yang sama, jurnal-jurnal ilmiah dari Asia yang
dipublikasikan naik dari 16% di tahun 1990 menjadi 25% di tahun 2004[2].
Charles Leadbeater of Demos, lembaga pengkajian (think tank) yang berbasis di
London, pernah mengorganisir sebuah konferensi internasional dengan tren sains
dan teknologi global pada 2007, mengatakan “Keunggulan AS dan Eropa dalam
inovasi berbasis-sains tidak dapat lagi diterima begitu saja. Barangkali
terlalu pagi untuk mengatakan betapa cepatnya semua ini berubah, sebab pusat
gravitasi untuk inovasi teknologi mulai bergeser dari Barat ke Timur”.
Indian Institute of Technology - Delhi India |
Ujian di IIT adalah salah satu ujian yang paling banyak
menuntut di India. Di tahun 2002, ketika Harvard University dan Massachusetts
Institute of Technology (MIT) yang merupakan lembaga paling bergengsi di AS,
meloloskan 10,5% dan 16,2% dari para pelamarnya, hanya 2,3% dari pelamar itu
yang berhasil lolos ke lembaga-lembaga IIT. Stasiun TV CBS menggambarkan IIT
dalam program beritanya yang pasti ditonton luas oleh pemirsa, 60 minutes, sebagai “Universitas paling
penting yang belum pernah kau dengar sebelumnya”. Salah satu host program itu,
Leslie Stahl, sampai mengatakan “Taruh Harvard, MIT, dan Princeton berjajar,
dan Anda akan mendapat ide tentang status sekolah-sekolah itu di India”[3].
India dengan bangkitnya informasi, sains dan teknologi telah berjalan untuk
mewujudkan kembali kejayaannya di masa silam 1000 tahun yang lalu.
Salah satu cara melihat dampak besar yang manusiawi
tentang penggunaan teknologi informasi ialah melihat apa dampak gadget –peralatan modern- terhadap
India, yakni telepon selular alias ponsel. Penulis india yang cukup terkenal,
Shashi Tharoor, melukiskan dengan sangat baik bagaimana ponsel merevolusi
India. Ia mencatat, dalam bulan Desember 2006, untuk pertama kalinya, 7 juta
orang India menjadi pelanggan baru dalam sebulan. Ia mengatakan “Ini rekor
dunia!”. dalam bulan September 2006, India menyusul China untuk pertama kalinya
dalam jumlah pelanggan telepon baru dalam sebulan. Pada tahun 2010, pemerintah
India mengatakan India telah mencapai 500 juta pengguna telepon selular.
Tersebar
luasnya penggunaan ponsel di India memperlihatkan betapa besar perubahan cara
berpikir orang India tentang alat komunikasi modern. Tharoor mengutip pandangan Mantan Menteri Komunikasi
India C.M Stephen yang mengatakan di parlemen tahun 1970-an, saat menanggapi
kritik-kritik yang menentang kebijakannya yang gencar membuka sambungan telepon
baru di negeri itu, bahwa telepon itu barang mewah sehingga ini bukan kebijakan
yang tepat, dan bahwa setiap orang india yang tidak puas dengan layanan telepon
dapat mengembalikan teleponnya –karena disana ada calon pelanggan yang sudah
masuk daftar tunggu selama 8 tahun mencari produk ini yang diandaikan tidak
tepat.
Tharoor menekankan bahwa para penerima manfaat dari
revolusi ponsel ini bukanlah para kapitalis, melainkan sebaliknya,
“Apa yang sungguh menakjubkan dari mobile
miracle (dan saya tidak malu menyebutnya demikian) adalah bahwa alat itu
melengkapi sesuatu dalam kebijakan sosialis kita yang telah banyak omong saja,
tapi gagal mencapainya –yakni ponsel
telah memberdayakan orang-orang yang kurang beruntung. Penerima manfaat
terbesar dari ponsel itu bukan hanya golongan yang sudah makmur, tapi rakyat
jelata yang sudah sejak lama tak kunjung mampu mewujudkan mimpinya setelah
masuk dalam daftar tunggu 20 tahun. Inilah sumber kegembiraan saya : menemukan
ponsel di tangan the unlikeliest of my
fellow citizens : para sopir taksi, paan
wallahs [mereka yang menjual manisan daun sirih], kelompok tani dan
nelayan. Sejauh kebijakan pajak kita tetap mempertahankan biaya rendah dan
murah bagi rakyat untuk menggunakan ponselnya, maka pertumbuhan terbesar dari
penggunaannya akan diraih di sektor ini. Komunikasi, dalam India yang baru
adalah lompatan besar.”[4]
Sebuah artikel yang terbit di The Washington Post,
Oktober 2006 memperkuat gagasan kunci Tharoor. Bahwa massa yang miskin di India
adalah penerima manfaat terbesar dari merebaknya revolusi ponsel.
“Dengan harga kurang dari satu Penny permenit
–harga panggil ponsel termurah di dunia- para petani India di pedalaman dapat
mengecek harga-harga untuk produk mereka. Mereka dapat memonitor pula
pasar-pasar lokal untuk mendapatkan harga yang bagus. Mereka juga dapat mencari
tahu kecenderungan global dengan ponsel berbasis internet yang memperlihatkan
harga labu siyam atau pisang di London atau Chicago. Para petani India
menggunakan kamera ponselnya untuk memotret gambar-gambar hama tanaman,
kemudian mengirim foto-foto itu dengan ponsel kepada para pakar biologi untuk
diidentifikasi dan cara-cara yang dianjurkan untuk membasminya. Di kota-kota,
para tukang pipa leding, yang selalu menawarkan kerja dari pintu ke pintu sekarang
dapat berkata bahwa mereka dapat meraih pekerjaan tanpa kesulitan karena
konsumen dapat memanggil mereka langsung dengan ponsel. “Ini semua telah
mengubah dinamika komunikasi dan bagaimana mereka mengorganisir hidup”, kata
C.K prahalad, seorang profesor bisnis kelahiran India di University of Michigan
yang telah banyak menulis tentang bagaimana perdagangan dan ponsel dapat
memerangi kemiskinan. “Salah satu elemen
kemiskinan adalah kurangnya informasi” tambahnya. “Ponsel memberi kepada orang miskin informasi sebanyak kelas menengah”.
Bagi Rajan, salah seorang nelayan jutawan yang bekerja 4.350 mil dari garis
pantai India, pendapatan bulanannya naik sekurang-kurangnya tiga kali lipat
menjadi rata-rata 150 dollar AS sejak tahun 2000 ketika ponsel mulai booming di India. “Agen sekarang
terpaksa memberi kami lebih banyak uang karena ada kompetisi,” katanya, sambil
menambahkan ia sekarang bisa menghidupi keluarganya dengan cara yang tak pernah
dapat dibayangkan ayahnya, termasuk sebuah rumah dengan listrik dan sebuah
televisi.”[5]
Bollywood - Duta informasi budaya India |
Daya tarik film-film India di kalangan penduduk dunia
Islam juga mengagumkan –terutama di Pakistan -dan Indonesia. Padahal dalam
sejarahnya India punya masalah Hindu-Islam yang menyebabkan dua anak benua
memisahkan diri –India dan Pakistan- pada tahun 1947. Yang menakjubkan,
sesungguhnya film-film India ditujukan untuk menghibur masyarakatnya yang
mayoritas Hindu. Dan menariknya, ibu negara Pakistan ternyata juga penggemar
film-film Hindi. Ada kebijaksanaan yang terkandung dalam eksistensi Bollywood.
Salah satu kekuatan Bollywood adalah kemampuannya dalam mengatasi perbedaan
Hindu-Muslim. Produser dan aktor-aktor terdepannya datang dari kalangan Hindu
dan Muslim dan mereka dapat bekerjasama dengan baik. Mereka memproduksi film
yang menggugah imajinasi Hindu dan Muslim, Taaj
Mahal dan Joda Akbar misalnya. Ini
bertentangan dengan kenyataan di Hollywood dimana mereka gagal menjembatani
dunia Kristen-Muslim, dan sedihnya justru memperkuat prasangka komunitas
Kristen terhadap Muslim dan bukan mengikisnya, yang kemudian sangat merugikan
citra Islam di dunia internasional.
India hari ini adalah pusat studi dan pengembangan
teknologi informasi di dunia. pakar-pakar IT yang brilian berkumpul di India
dan menciptakan produk-produk teknologi informasi yang mensuplai kebutuhan
global akan teknologi informasi. Bangalore dan sekitarnya adalah ibukota
teknologi informasi dunia. Mimpi India adalah menjadi pusat teknologi informasi
dunia. Mimpi ini agaknya direalisasikan India dengan sangat serius. Dengan
penguasaannya terhadap informasi dan teknologi informasi, peradaban India mulai
beranjak naik.[6]
***
India dan Korea Selatan adalah dua contoh ideal bagaimana
penguasaan terhadap informasi dan teknologi informasi dapat memicu kebangkitan
peradaban. Korea Selatan dan India memiliki sejarah yang sama-sama gelap,
korban kolonialisme yang miskin dan tertindas. Tapi dengan kesadaran dan semangat
baja keduanya bangkit memimpin kebangkitan peradaban di Asia. India dan Korea
Selatan adalah contoh yang harus dipahami sebagai pelajaran berharga oleh dunia
Islam, bagaiamana mendayagunakan informasi dan teknologi informasi untuk
menunjang kebangkitan peradaban Islam. karena siapa yang menguasai informasi, dia menguasai dunia. Adagium ini
telah terbukti kebenarannya selama berabad-abad.
Wallahua’lam Bissawwab.
*Disampaikan dalam Diskusi Akhir Tahun HMJ-Tikom Unissula dengan tema "Peran Teknologi Informasi untuk Kebangkitan Peradaban Islam. Kamis, 05 Juli 2012 di Taman Baca Perpustakaan Pusat Unissula.
*Disampaikan dalam Diskusi Akhir Tahun HMJ-Tikom Unissula dengan tema "Peran Teknologi Informasi untuk Kebangkitan Peradaban Islam. Kamis, 05 Juli 2012 di Taman Baca Perpustakaan Pusat Unissula.
[1] Michael Breen, The Koreans :
Who They Are, What They Want, Where Their Future Lies (London : Orion Business Book,
1998), Hal 5.
[4] Shashi
Tharoor, Meanwhile : India’s Chellphone
Revolution, International Herald Tribune, 2 Februari 2007
[5] Kishore Mahbubani, The New Asian Hemisphere : The Irresistable
Shift of Global Power to The East, hal 27-29
Ikut Menyimak ya Kaka.
BalasHapusSebuah Catatan yang Sangat mencerahkan
Terimakasih kakak... ;)
BalasHapus