Satu lagi mutiara hikmah itu aku temukan di rumah
keluarga yang hangat ini, keluarga Prof. Laode M. Kamaluddin, Ph.D. kali ini,
Allah menitipkan hikmahnya pada seorang perempuan cantik, muslimah taat yang
sangat menyenangkan, ramah, dan penuh cinta pada sesama, Kak Nadiah, puteri ke-2
Prof Laode.
Aku dan Kak Nadiah duduk-duduk di lantai 2, bercerita
banyak hal. Dengan wajah sumringah, kak Nadiah yang memang terkenal sangat
ramah pada siapa saja mulai bercerita berbagai pengalaman hidup dan nilai-nilai
yang diyakininya. Sekilas duduk berhadap-hadapan dengannya, aku segera
menyadari bahwa ia bukan perempuan sembarangan.
Kak Nadiah mengajariku banyak hal bagaimana seharusnya
seorang perempuan bersikap. Bahwa perempuan harus cerdas, cantik, dan disaat
yang sama ia harus mengutamakan keluarganya di atas segala bentuk orientasi
yang lain. Maka aku pikir, beruntung sekali Kak Edo memiliki seorang istri
seperti Kak Nadiah. Eit, tapi aku segera harus meralat pemikiranku, karena
ternyata, Kak Edo juga memiliki pribadi yang sama. Konon, Kak Nadiah dan Kak
Edo menikah dengan proses ta’aruf. Kak Nadiah belum terlalu mengenal kak Edo, jadi
bisa diibaratkan saat itu Kak Nadiah sedang membeli kucing di dalam karung.
Tapi begitulah rumus kehidupan, bahwa janji Allah adalah benar. Allah
sekali-kali tak pernah mengingkari janji-Nya. Kak Nadiah yang konon membeli
kucing di dalam karung itu, mendapatkan sosok suami yang sama persis seperti
dirinya. Artinya, Kak Nadiah menuai kebaikan yang selama ini telah ia tanam.
Kak Nadiah mendapat suami yang sangat baik. Memang, perempuan baik hanya untuk
laki-laki yang baik, dan perempuan yang tidak baik juga untuk laki-laki yang
tidak baik. Begitu juga sebaliknya.
Selanjutnya, kak Nadiah banyak bercerita tentang majelis
ta’lim yang ia ikuti di Jakarta. Awalnya, kak Nadiah hanya merasa gelisah “Hidupku
ini untuk apa sebenarnya?”. Berawal dari kegelisahan ini, kak Nadiah mulai
menyambangi masjid-masjid seorang diri. Datang ke pengajian-pengajian ibu-ibu
yang ada di Jakarta. Kak Nadiah hanya punya satu niat : hijrah. Ia ingin
kehidupan yang lebih bermakna, dekat dengan Allah. Dari situ, akhirnya kak
Nadiah diperkenalkan oleh Allah dengan orang-orang yang satu visi dengannya.
Orang-orang yang sangat mencintai Allah dan selalu berusaha menghindarkan diri
dari perbuatan yang sia-sia. Kak Nadiah menuturkan “Hanya ada 2 pilihan, bicara
yang bermanfaat atau diam”. Kak Nadiah menyadarkanku, bahwa selama ini masih
banyak sekali perbuatanku yang sia-sia.
Kak Nadiah bercerita “Skenario hidup yang dibuat oleh
Allah untuk kita itu adalah skenario terindah, walaupun kadang kita tidak
suka”. Misal menanggapi persoalan jilbab. Kata Kak Nadiah, manusia suka
ngeyelan. Saat ada perintah untuk berjilbab, orang sering bertanya “Kenapa
harus berjilbab?” sebagai satu bentuk resistensi atas perintah itu. Padahal
menurut Kak Nadiah, apa yang disuruh Allah adalah yang terbaik. Kenapa Allah
menyuruh kita, para perempuan untuk berjilbab, Ya karena itulah busana yang
paling baik untuk perempuan. Busana yang bisa menjaga kehormatan, dan yang
terpenting menjaga keindahan dan kecantikan perempuan. Kata kak Nadiah “coba
perhatikan, gak ada kan perempuan berjilbab yang tidak cantik?? Semua perempuan
berjilbab pasti cantik”. Iya juga pikirku.
Soal pendidikan anak, Kak Nadiah mengatakan bahwa hal
pertama yang harus dikenalkan kepada Anak adalah pengenalan kepada Allah. Bukan
orang tua, ataupun yang lainnya. Allah adalah yang pertama dan utama harus
diperkenalkan kepada seorang anak. Misal, jika kita hendak mengatakan sayang
pada anak kita, sebaiknya kita berujar “Bunda dan Ayah sayang adek karena
Allah” atau “Ini ada permen buat adek, dikasih sama Allah”. Jadi, kita harus
selalu menyertakan nama Allah dalam setiap interaksi kita dengan anak, sehingga
nama Allah akan meresap dalam diri anak kita, menjadi sebentuk self consciousness yang akan menyertai
dan menjaga setiap langkahnya. Duduk bersama Kak Nadiah beberapa menit saja
sudah membuatku belajar banyak sekali hal tentang kehidupan.
Satu hal yang sangat menarik bagiku adalah cerita Kak
Nadiah saat hendak menunaikan ibadah haji dengan suaminya pada tahun 2011.
Didahului dengan ibadah umrah bersama suaminya yang meninggalkan kesan sangat
mendalam di dalam hati, Kak Nadiah menetapkan diri untuk pergi haji. Di tanah
suci Kak Nadiah berdoa kepada Allah supaya segera dipanggil kembali sebagai
tamu Allah sehingga ia bisa menyempurnakan rukun Islam yang 5 itu. Beberapa
saat setelah sampai di Indonesia, Kak Nadiah dan Kak Edo mendaftar program
haji. 3 bulan kemudian, Kak Nadiah dan Kak Edo mendapat panggilan haji dari
pemerintah. Setelah semua proses di urus, dan keduanya diantara oleh keluarga
besar ke bandara, tiba-tiba ada kabar bahwa keduanya gagal berangkat karena
tidak mendapat visa dari kerajaan Saudi Arabia. Merekapun kembali ke rumah.
Sampai di rumah, Kak Nadiah dan Kak Edo bertekad untuk
tidak menyalahkan travel agent atau siapapun. Mereka memilih muhasabah dan tafakkur. Apa kiranya kesalahan yang
mereka buat sehingga Allah enggan menjadikan mereka sebagai tamunya pada musim
haji kali ini. Mereka bertahajud semalaman, merefleksi semua kesalahan di masa
lalu. Dan Aajaib..!! paginya mereka dikontak oleh travel agent bahwa permohonan
visa mereka di-approve oleh kerajaan Saudi Arabia dan bisa segera berangkat
haji. Jadilah mereka berhaji pada 2011. Yah, begitulah, ketika Allah ‘melihat’
hamba-Nya, Dia akan mengujinya. Dan saat hamba-Nya mencoba bersabar dan melihat
ke dalam diri (bukannya mencari-cari kesalahan pihak lain), maka Allah akan
memuliakannya dengan kenikmatan. Itulah salah satu alasan, kenapa Kak Nadiah
sangat yakin, bahwa musuh kita yang terbesar adalah hawa nafsu yang ada di
dalam diri kita sendiri. Bukan yang lainnya
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar