Sabtu, 19 Mei 2012

Anak Udik dan World Affairs

Kelas 5 SD adalah awal perkenalanku dengan dunia, dengan hubungan internasional. Aku mempelajari 5 benua : Asia, Afrika, Eropa, Amerika dan Australia. Mempelajari segala macam nama negara dan ibu kotanya di luar kepala. Belakangan aku sadar, minatku pada sejarah tumbuh pada saat kelas 3 SD. Dan minatku pada hubungan internasional atau lebih asik kalo disebut “World Affair”, tumbuh saat aku kelas 5. Aku terpana mendapati dunia begitu luas, dan disaat yang sama, melalui pelajaran Fisika yang menjelaskan betapa luasnya jagat raya ini, aku insaf, betapa kecilnya bumi ini, dengan ratusan negara dan ibu kotanya yang aku hafal dengan senang hati tanpa perintah guru. Kebiasaan burukku sejak kecil memang suka belajar sendiri, tapi ndableg bukan buatan untuk remeh temeh tugas sekolah, dan mungkin terbawa hingga aku masuk kuliah. Entahlah. 
Minatku pada world affair semakin memuncak ketika aku menginjak bangku kelas 6. Di kelas 6 aku sering autis. Berhubungan sangat intim dengan atlas yang aku pinjam dari perpustakaan SD, dan entah apakah aku kembalikan atau tidak. Aku lupa ^^. Aku mulai mencari-cari letak berbagai negara di dunia. aku hafal 8 arah mata angin di peta, aku hafal bentuk-bentuk negara di peta itu, dimana letaknya, siapa negara tetangganya, apa mata uangnya, berapa penduduknya, dan bahkan miskin atau kayakah negara itu, aku tahu. Aku tahu dimana Amerika Serikat yang adi kuasa itu, aku juga tahu dimana Malta yang seperti gabus kecil mengambang di selatan Yunani, seperti tomcat dihadapan digdayanya perpaduan Eropa dan Asia. aku bisa menggambar peta-peta itu dengan presisi yang mencengangkan. Eropa pernah kugambar, Indonesia, Australia. Dan saat menulis ini, aku baru sadar, bahwa yang paling aku gambar adalah Amerika dan Eropa Barat. Ah entah mengapa aku jatuh cinta pada keduanya melebihi pada negara-negara lain di dunia. mungkin karena keduanya, sesungguhnya secara kasat mata nampak lebih Islami. Arsitektur yang indah dan eksotis, lingkungan bersih, kedisiplinan tingkat tinggi, dan nilai-nilai Islam lainnya. Untuk membenarkan pendapatku, aku mencari-cari legitimasi, Muhammad Abduh sang pembaharu Islam dari Mesir pernah berkata “Aku melihat Islam di Eropa, dan tidak melihatnya di negara-negara dengan penduduk Islam”. aku semakin penasaran, apakah Abduh pernah bertandang ke Jakarta..??.
Ah tapi sudahlah, tak perlu mencari legitimasi, Barat memang sebuah peradaban yang sedang menghegomoni dunia. Barat maju, hebat, digdaya. Agaknya ia telah juga begitu dalam menghegemoni alam pikiranku. Sejak SD kelas 5, kupingku sudah tegak berdiri setiap kali mendengar nama Oxford University, Harvard University, London, Paris, Jerman, dan pernak-pernik barat lainnya. Di sudut kampungku, seorang bocah yang mungkin tidak diperhitungkan orang dewasa manapun, telah melanglang buana mengelilingi marcapada. Meskipun hanya dalam pikiran, tak apalah. Bukankah tak ada yang terjadi kecuali awalnya sebuah mimpi?? Begitu kata Arai dalam Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.
Memasuki bangku SMP, kegilaanku pada hubungan internasional semakin meningkat. Mungkin karena di SMP aku mulai intim dengan bahasa Inggris. Sang guru bahasa Inggris, Pak Marwan, sangat menyenangkan. Beliau bisa menjadikan para murid yang cupet otaknya menjadi cemerlang. Jujur, sedikit banyak aku setuju dengan tesis Adam Smith, bahwa guru adalah faktor fundamental dalam pendidikan, bukan semata-mata sistem. Ia mengkritik para guru yang dianggapnya tidak becus. Soe Hok Gie lebih gila lagi “Guru yang tidak tahan kritik sebaiknya masuk kranjang sampah”. Aku, yang sedari kecil dididik dengan etika tingkat tinggi, lebih memilih, “Ya memang begitu kemampuan sang guru. Mentoknya seperti itu. Beliau telah mengerahkan segenap daya dan upayanya hingga batas akhir kemampuannya. Ya sudah terima saja. Kalo kita mau pintar ya belajar sendiri”. Ahh, tapi kadang aku tak yakin juga dengan kata-kataku sendiri.
Di SMP, aku selalu bersemangat belajar isu-isu internasional. Dari masalah diskriminasi ras “Apharteid” di Afrika Selatan, Arroyo di Philiphina, KTT Non-Blok, PBB, dll. Saat kelas 3 SMP, aku melihat gambar Al-Azhar University Cairo yang didengung2kan sebagai universitas tertua di dunia. aku tergelak, suatu hari aku akan kuliah disana. Cita-citaku itu hampir-hampir menjadi kenyataan saat aku lolos tahap pertama beasiswa Al-Azhar University. Dan impianku hancur berkeping-keping ketika seminggu menjelang hari H, yang aku sudah sangat yakin bisa kulalui karena tes tahap dua hanya wawancara biasa, dan itu adalah keahlianku untuk meyakinkan orang lain. Xixixii maklum bakat jadi sales..:D
Apa daya Al-azhar bukan jodohku. Hanya satu minggu menjelang test Departemen Agama terlibat perang dingin dengan pemangku kebijakan pendidikan di Mesir. Begitulah informasi yang aku dapat. Wal hasil, kami, para calon penerima beasiswa harus mengubur dalam-dalam impian untuk dapat belajar ke Al-azhar dengan beasiswa penuh. Akhirnya, kuputuskan untuk S1 di Indonesia saja, dengan catatan, kualitas yang aku bangun di Indonesia tak boleh kurang dari teman-temanku yang berangkat ke Al-Azhar sekalipun. Akhirnya diterimalah aku di Unissula, kampus yang dipimpin seorang rektor yang visioner. Prof. Laode Masihu Kamaluddin, Ph.D , salah seorang dari sedikit rektor dengan pergaulan internasional yang sangat luas. Di bawah kepemimpinannya, kampus ini bercita-cita menjadi worldclass islamic cyber university. Digdaya sekali...!!
Sejak kecil aku sudah terbiasa menggambar peta dunia di atas selembar kertas gambar. Maka di dalam pikiranku, Amerika, Eropa, Jepang, Australia atau negara manapun di dunia seolah terasa dekat. Saat di pondok aku terbiasa berkorespondensi melalui surat dengan berbagai macam kedutaan negara-negara besar seperti Inggeris, Jepang dan Amerika serikat. Mereka memberiku buku-buku bacaan. Di antara mereka yang paling dermawan adalah Amerika Serikat. Mereka memberiku peta besar Amerika Serikat, detail dengan segala informasi tentang potensi alam  dan nama jalannya. Waktu itu aku terlonjak senang, suatu saat peta ini akan bermanfaat bagiku. Negeri itu memang arogan, tapi aku menyukainya. Setidaknya mereka sangat ramah dengan memberiku buku-buku. Begitu pikiran sederhanaku berkerja pada waktu itu. Ternyata masalahnya tidak sesederhana itu. Tidak semulia itu. Aahhh semoga suatu hari aku bisa berkeliling dunia bersama suami dan anak-anakku. Semoga Allah menunjukkan pada kami tanda-tanda kekuasaannya di berbagai penjuru bumi ini sehingga semakin bertambah iman dan taqwa kami. Semoga. Semoga. Semoga. Amiiinn..... ;)
Bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar